Jakarta | EGINDO. co  -Pemerhati masalah tranportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dapat dilakukan dengan cara Represif justice / tilang atau dengan Represif non justice / teguran. Penegakan hukum dengan 2 sistem tersebut dapat dilakukan atas dasar :
a.Tertangkap tangan ketika sedang dilakukan pemeriksaan ( rutin dan insidentil ).
b.Adanya laporan ,dan / atau
c.Hasil rekaman alat elektronika.
Ia katakan dari berbagai cara penegakan hukum yang dilakukan oleh petugas pemeriksa , yang sering menimbulkan akses atau kesalah pahaman adalah penegakan hukum atas dasar tertangkap tangan ketika sedang dilakukan pemeriksaan. Tertangkap tangan konteknya dengan pelanggaran lalu lintas adalah ketika didapatkan adanya pelanggaran secara kasat mata oleh petugas di jalan yang memerlukan suatu tindakan hukum saat itu juga. Yang menjadi problem ketika
kendaraan diberhentikan masih ada yang tidak mau menghentikan kendaraan/ melarikan diri, sampai dilakukan pengejaran oleh petugas atau sudah mau berhenti namun mereka tidak mau menunjukan surat- surat karena merasa tidak bersalah dengan argumentasi yang bersifat subyektif.
Dikatakan Budiyanto sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi apabila masing – masing paham dan mengerti akan kewenangan petugas pemeriksa dan kewajiban dari pengguna jalan. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), pasal 265 ayat (3), berbunyi bahwa umtuk melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan sebagai mana dimaksud pada ayat ( 1 ), petugas Kepolisisian berwenang untuk :
a.Menghentikan kendaraan bermotor.
b.Meminta keterangan kepada pengemudi ; dan/ atau
c.Melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Pengguna jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan petugas Kepolisian, sebagai mana diatur dalam pasal 104 ayat ( 3 ) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009. Pengguna jalan yang tidak mematuhi perintah petugas merupakan pelanggaran lalu lintaa sebagai mana diatur dalam pasal 282, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 ( satu ) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah ). Pengguna jalan ketika sedang dilakukan pemeriksaan oleh petugas berkewajiban menunjukan :
a.STNK, STCK, SIM.
b.Bukti lulus uji berkala ; dan/ atau tanda bukti lain yang sah.
Berarti jelas bahwa ketika sedang ada pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, sesuai dengan peraturan perundang- undangan sudah diatur tentang kewenangan petugas dan kewajiban bagi pengguna jalan yang sedang menjadi obyek pemeriksaan. Apabila ada tindakan petugas yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum atau melanggar bisa di Praperadilankan jadi tidak perlu cekcok, komplain atau melakukan tindakan – tindakan yang kontra produktif tapi tetap menggunakan ruang atau mekanisme hukum yang ada. “Sebaliknya petugas Kepolisian yang melakukan pemeriksaan memiliki hak diskresi juga sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 1 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian,” tandanya.
Dalam melakukan tindakan di lapangan demi kepentingan umum dapat melakukan penilaian sendiri.
Konteknya dengan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas petugas bisa melakukan penilaian sendiri di lapangan apakah pelanggaran ini perlu kita tilang atau cukup dengan teguran. “Karena dalam sistem penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas ada yang bersifat Represif justice / tilang atau non justice / tegoran,” tutup Budiyanto.