Penegakan Hukum: SIM dan STNK Mati Ranmor Bisa Disita

Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH
Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, menjelaskan bahwa dalam sistem penegakan hukum terkait pelanggaran lalu lintas, penyidik atau petugas pemeriksa memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Tanda Cek Kendaraan (STCK), serta dokumen sah lainnya yang menjadi bukti. Kewenangan diskresi yang dimiliki oleh setiap anggota aparat penegak hukum memungkinkan mereka untuk menilai dan memutuskan barang bukti yang akan disita.

Lebih lanjut, Budiyanto mengungkapkan bahwa secara yuridis, SIM yang kedaluwarsa dianggap tidak sah sebagai bukti legitimasi kompetensi seseorang untuk mengemudikan kendaraan bermotor, sesuai dengan golongan SIM yang dimiliki. Demikian pula, STNK yang kedaluwarsa dianggap tidak sah sebagai bukti legitimasi operasional kendaraan bermotor di jalan raya. Oleh karena itu, pengemudi yang kedapatan membawa SIM yang sudah tidak berlaku dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Adapun pengemudi yang tidak dapat menunjukkan STNK yang sah dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 288 Ayat (1) UU LLAJ.

SIM dan STNK memiliki fungsi yang sangat vital dalam sistem hukum lalu lintas. SIM merupakan bukti sah yang menunjukkan kompetensi seseorang dalam mengemudikan kendaraan bermotor sesuai dengan jenis golongan yang dimilikinya. Sementara itu, STNK adalah bukti sah yang menunjukkan bahwa kendaraan bermotor tersebut layak dan sah untuk beroperasi di jalan. Untuk itu, baik pengemudi maupun pemilik kendaraan diwajibkan untuk selalu memastikan bahwa SIM dan STNK yang dimiliki masih berlaku.

Penyidik atau petugas pemeriksa berhak untuk menyita kendaraan bermotor dari pengemudi yang tidak memiliki SIM yang sah atau kendaraan yang tidak dilengkapi dengan STNK yang sah, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 32 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan terhadap Pelanggaran Lalu Lintas. Penyitaan ini berlangsung hingga ada keputusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).

Bagi mereka yang merasa keberatan atas penyitaan kendaraan bermotor, terdapat ruang untuk mengajukan upaya hukum praperadilan. Hal ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang memperluas ranah praperadilan, termasuk terkait dengan masalah penyitaan barang bukti.

Penting untuk dicatat bahwa pengendara disarankan untuk menghindari perdebatan dengan petugas di lapangan, karena sudah tersedia ruang upaya hukum yang dapat ditempuh jika diperlukan.

Dengan demikian, penegakan hukum lalu lintas yang ketat diharapkan dapat menciptakan keselamatan dan ketertiban di jalan raya, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mematuhi aturan yang berlaku. (Sadarudin)

 

Bagikan :
Scroll to Top