Jakarta|EGINDO.co Pemerhati transportasi dan hukum, Ajun Komisaris Besar Polisi (Purnawirawan) Budiyanto, S.H., S.Sos., M.H., menyoroti pentingnya penegakan hukum yang komprehensif dalam menangani kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum. Menurutnya, kecelakaan yang melibatkan kendaraan umum, baik untuk pengangkutan barang maupun penumpang, tidak bisa hanya dibebankan sepenuhnya kepada pengemudi.
Budiyanto mengungkapkan bahwa dalam praktiknya, banyak pihak dalam ekosistem transportasi saling menyalahkan ketika terjadi kecelakaan. Pernyataan dari berbagai instansi seringkali cenderung membela kepentingan masing-masing demi menjaga reputasi. Padahal, tanggung jawab atas kecelakaan tersebut seharusnya melibatkan seluruh pihak terkait dalam ekosistem transportasi.
“Selama ini, jika terjadi kecelakaan, pengemudi sering kali menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan. Padahal, pengemudi mungkin mengoperasikan kendaraan atas perintah atau tekanan dari perusahaan, bahkan ketika kondisi kendaraan tidak layak jalan,” ujar Budiyanto.
Lemahnya Pengawasan dan Perizinan
Budiyanto menyoroti fakta bahwa banyak perusahaan angkutan umum beroperasi dengan izin usaha yang telah kedaluwarsa. Bahkan, kendaraan yang digunakan sering kali tidak memiliki Sertifikat Uji Berkala Kendaraan Bermotor (KIR) yang masih berlaku. Kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait yang bertugas mengawasi penerbitan izin dan sertifikasi kendaraan.
“Banyak kasus di mana izin perusahaan telah habis masa berlakunya, kendaraan tidak memiliki KIR, dan tetap dioperasikan. Siapa yang bertanggung jawab? Ini menunjukkan adanya kelalaian pengawasan yang serius,” jelas Budiyanto.
Penegakan Hukum yang Menyeluruh
Budiyanto menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, menyentuh semua pihak yang terkait. Selain pengemudi, pimpinan perusahaan, pembina teknis yang menerbitkan KIR, bagian perizinan, hingga Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) perlu dimintai keterangan.
“KNKT tidak hanya berperan sebagai saksi ahli, tetapi juga harus diperiksa untuk mengetahui apakah rekomendasi yang pernah diterbitkan selama ini sudah dilaksanakan atau tidak,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pemberian sanksi administratif bagi pelanggaran yang ditemukan. Sanksi dapat berupa teguran, peringatan, pembekuan izin, hingga pencabutan legalitas kompetensi. Jika ditemukan indikasi pelanggaran oleh oknum tertentu, hukum harus ditegakkan dengan tegas.
Tanggung Jawab Bersama
Budiyanto berharap setiap instansi dalam ekosistem transportasi dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara proporsional. Dengan demikian, ke depan tidak akan ada lagi saling menyalahkan antarinstansi ketika terjadi kecelakaan.
“Penegakan hukum yang menyeluruh akan mendorong semua pihak untuk lebih bertanggung jawab. Jangan hanya menyalahkan pengemudi, tetapi seluruh ekosistem transportasi harus diperiksa dan bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing,” tutup Budiyanto.
Kesimpulan
Pernyataan ini menekankan pentingnya reformasi dalam sistem transportasi, khususnya dalam hal pengawasan, perizinan, dan penegakan hukum. Dengan pendekatan yang lebih menyeluruh, kecelakaan angkutan umum dapat diminimalkan, dan setiap pihak dalam ekosistem transportasi akan bertindak lebih bertanggung jawab. (Sadarudin)