Jakarta|EGINDO.co Pemerhati transportasi dan hukum, Budiyanto, menegaskan bahwa banjir merupakan permasalahan serius yang memerlukan penanganan komprehensif oleh instansi yang berwenang. Banjir dengan intensitas tinggi berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk terganggunya aktivitas transportasi dan infrastruktur.
Ketika hujan deras terjadi, jalan raya tidak dapat berfungsi secara optimal akibat genangan air. Waduk dan bendungan yang telah melampaui kapasitas tampungnya tidak mampu menahan debit air yang berlebih.
Selain itu, aliran air juga tidak tersalurkan dengan baik ke kanal yang tersedia karena sistem drainase yang tersumbat. Penyumbatan ini umumnya disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, terutama dalam hal pembuangan sampah.
Akibatnya, aliran air menuju sungai, kanal, waduk penampungan, dan bahkan pembuangan akhir ke laut menjadi terhambat, sehingga air meluap ke jalan dan menggenangi berbagai ruas jalan utama. Kondisi ini mengakibatkan terganggunya mobilitas masyarakat, baik pengguna transportasi pribadi maupun transportasi umum.
Budiyanto menekankan bahwa penanganan banjir harus dilakukan secara menyeluruh dengan menyentuh aspek-aspek substansial dari hulu hingga hilir.
Salah satu langkah penting adalah memastikan bahwa para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjalankan tanggung jawabnya secara proporsional.
Kegiatan penebangan pohon harus diimbangi dengan upaya reboisasi yang sepadan guna menjaga keseimbangan ekosistem. Eksploitasi hutan yang tidak terkendali menyebabkan berkurangnya daya resap air, sehingga air mengalir ke daerah-daerah dengan kapasitas tampung yang terbatas dan akhirnya berujung pada banjir.
Selain permasalahan lingkungan, perubahan iklim dan pemanasan global juga turut berkontribusi terhadap peningkatan risiko banjir.
Oleh karena itu, diperlukan upaya penanggulangan yang bersifat global untuk menekan dampak dari perubahan iklim yang semakin tidak menentu. Jika sektor hulu tidak dikelola dengan baik, maka permasalahan di hilir akan semakin sulit diatasi.
Saat ini, pola cuaca menjadi semakin sulit diprediksi, sehingga tantangan dalam pengendalian banjir di daerah hilir pun semakin besar.
Salah satu upaya mitigasi di hilir yang dapat dilakukan adalah melalui teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi curah hujan di daerah tertentu.
Namun, metode ini memerlukan biaya yang sangat besar dan efektivitasnya pun tidak dapat dipastikan sepenuhnya. Oleh karena itu, tanpa adanya perbaikan menyeluruh di sektor hulu, penanganan banjir di hilir hanya bersifat sementara dan tidak memberikan solusi jangka panjang.
Sebagai kesimpulan, Budiyanto menegaskan bahwa penanganan banjir tidak boleh hanya berfokus pada dampak yang terjadi di hilir, tetapi harus dimulai dari akar permasalahan di hulu.
Kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, disiplin dalam pengelolaan lingkungan, serta kebijakan yang berpihak pada mitigasi bencana harus menjadi prioritas dalam upaya pencegahan banjir di masa mendatang. (Sadarudin)