Penagihan Pajak Kendaraan dari Rumah ke Rumah Dinilai Kurang Efektif

Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto, SH. Ssos. MH
Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto, SH. Ssos. MH

Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pengamat transportasi dan hukum, menyampaikan pandangannya mengenai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak kendaraan bermotor. Salah satu langkah yang dilakukan adalah penagihan pajak dari rumah ke rumah. Namun, menurutnya, langkah ini dinilai kurang efektif dalam menyelesaikan permasalahan rendahnya kesadaran masyarakat.

Saat ini, tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor hanya berkisar antara 56% hingga 60% dari total 164 juta lebih kendaraan bermotor yang tercatat di Indonesia. Dengan demikian, masih terdapat sekitar 40% hingga 44% kendaraan yang belum memenuhi kewajibannya, yang jika dikalkulasikan dapat mengakibatkan potensi kehilangan pendapatan negara yang cukup besar.

Budiyanto menjelaskan bahwa berbagai faktor melatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat, antara lain masalah ekonomi, persepsi bahwa proses pembayaran pajak rumit, serta alasan lainnya. Namun, ia menegaskan bahwa apa pun alasannya, setiap pemilik kendaraan bermotor memiliki kewajiban untuk membayar pajak.

Baca Juga :  Taiwan Ungkap Lonjakan Rekor Jet Tempur China dalam Latihan Perang

“Pembayaran pajak kendaraan bermotor bukan berdasarkan intensitas penggunaan kendaraan, tetapi berdasarkan kepemilikan atau penguasaan kendaraan tersebut. Hal ini harus disadarkan kepada masyarakat,” ujarnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) adalah lima tahun, dengan kewajiban pengesahan setiap tahun. Dalam proses pengesahan tersebut, pembayaran pajak kendaraan bermotor menjadi bagian yang wajib dipenuhi. Tidak membayar pajak kendaraan bermotor bukan hanya pelanggaran administratif tetapi juga pelanggaran lalu lintas apabila kendaraan dioperasikan di jalan raya.

Budiyanto menambahkan, rendahnya kesadaran membayar pajak juga mencerminkan kurangnya disiplin masyarakat dalam memenuhi kewajiban sebagai warga negara. Pemerintah sebelumnya sempat mewacanakan penghapusan data kendaraan bermotor yang tidak membayar pajak selama lebih dari dua tahun setelah masa berlaku STNK habis, sebagaimana diatur dalam Pasal 74 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Namun, wacana ini belum terealisasi.

Baca Juga :  Kemenperin: Penguatan Standardisasi Daya Saing IKM Agro

Upaya penegakan hukum lainnya, seperti operasi gabungan antara petugas Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) dengan instansi terkait, hingga penagihan pajak langsung dari rumah ke rumah, juga dinilai kurang efektif karena berbagai kendala.

Budiyanto mengusulkan agar para pemangku kepentingan mengambil langkah yang lebih tegas dan strategis. Salah satunya adalah melakukan penegakan hukum dengan mengacu pada Pasal 32 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pemeriksaan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas. Dalam aturan tersebut, kendaraan yang tidak dilengkapi STNK yang sah dapat disita sementara.

“Langkah tegas dan kolaborasi dari semua pihak yang bertanggung jawab menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta memastikan kepatuhan dalam membayar pajak kendaraan bermotor,” tutup Budiyanto. (Sadarudin)

Bagikan :
Scroll to Top