Jakarta|EGINDO.co UU Kesehatan yang baru disahkan, telah mengatur perlindungan bagi dokter dan tenaga kesehatan Indonesia. Dalam UU, apabila nakes melakuka tindak pidana saat memberikan pelayanan, aparat penegak hukum perlu mendapat rekomendasi.
Rekomendasi itu bisa diperoleh melalui majelis independen terlebih dahulu. Artinya, aparat penegak hukum tidak boleh langsung memeriksa yang bersangkutan tanpa persetujuan dari majelis independen.
“Apabila dokter dan tenaga kesehatan diduga melakukan tindak pidana ketika mereka memberikan pelayanan lalu dilaporkan. Aparat penegak hukum tidak boleh serta merta melakukan pemeriksaan,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kesehatan Sundoyo, dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
“Aparat penegak hukum harus meminta rekomendasi terlebih dahulu kepada majelis. Majelis akan melakukan pemeriksaan lalu memberikan rekomendasi dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan,” ujarnya.
Sundoyo mencontohkan, dalam kondisi darurat tenaga kesehatan harus mengutamakan keselamatan pasien. Sehingga ketika ada tindakan ekstra yang harus dilakukan yang mungkin diluar prosedur standar pelayanan rutin.
“Ini memang dalam kondisi darurat, teman-teman tenaga kesehatan ini harus kita berikan perlindungan hukum. Karena tindakan atau pelayanan bisa tidak sesuai prosedur dan standar pelayanan untuk menyelamatkan pasien,” ucapnya.
Saat ini pemerintah sedang menyusun aturan turunan dari UU Kesehatan. Demi menjaga independensi dalam membuat rekomendasi, majelis rencananya tidak hanya diisi oleh dokter namun juga oleh tokoh masyarakat.
Majelis akan berfungsi menangani dugaan pelanggaran etik dan disiplin. Bentuk dari majelis ini kemungkinan besar akan mejadi salah satu organ kerja
Yakni organ kerja dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk tenaga kesehatan. Lalu organ kerka Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) untuk tenaga kesehatan non-dokter.
Sumber: rri.co.id/Sn