Jakarta | EGINDO.com – Pemerintah diminta memperjelas aturan teknis terkait perdagangan kripto seiring terbitnya Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka.
Sebab, perdagangan kripto merupakan investasi mengandalkan instrument digital, sehingga hal tersebut rentan risiko yang merugikan konsumen dan perlindungan data.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan, ekosistem aset kripto disebut cukup baik jika meliputi, pengaturan mengenai legalitas platform jual-beli aset kripto, legalitas aset kriptonya, perlindungan data, keamanan transaksi, kesesuaian sistem kliring hingga ke pengaduan oleh investor apabila terjadi sengketa.
“Di Perbappebti terbaru itu, beberapa aspek sudah dibahas. Namun belum mendetail dan mendalam atau masih di permukaan, contohnya saja mengenai perlindungan investor,” kata Bhima, Kamis (9/12/2021).
Ia menilai, persoalan perlindungan kepada investor aset kripto ini masih rendah, apalagi kripto sifatnya cenderung volatile, sehingga posisi aset para investor cukup rentan.
Menurut Bhima, perlu ada regulasi untuk membentuk lembaga pengawasan khusus, terhadap transaksi dan investasi aset kripto.
Lembaga yang layak menjadi pengawas khusus tersebut ada pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan malah Bappebti.
“Aset kripto yang ada saat ini di Indonesia bentuknya untuk investasi, bukan komoditas sebenarnya. Masak iya, ada investasi pada komoditas. Jadi, karena skemanya investasi, maka seharusnya pengawasannya di OJK,” tuturnya.
“Jadi BI sejak awal sudah harus dilibatkan,” ucap Bhima.
Dari sisi perlindungan investor, Bhima merekomendasikan mekanisme selayaknya perdagangan saham, terdapat auto reject atas (ARA) dan bawah (ARB).
“Karena kita tahu, aset kripto ini volatilitas harganya tinggi sekali. Kalau investor tidak dilindungi oleh regulasi dan sistem perdagangan yang baik, takutnya investor juga akan sangat dirugikan,” paparnya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menambahkan, perlindungan data konsumen sangat dibutuhkan dari praktik perdagangan kripto.
“Perlindungan data ini perlu banget diperhatikan, apalagi pencurian data di Indonesia ini marak sekali. Kita sering kecolongan di pengelolaan data ini, maka perlu diperkuat aturan mengenai perlindungan data ini, sekaligus perlindungan nasabah atau konsumen,” tutur Huda.
Dia menjelaskan, selama ini terdapat kasus di mana investor merasa kehilangan aset kripto.
“Jika pelakunya adalah pedagangnya, maka akan mudah dicari. Tapi kalau hilang karena di-hack atau dicuri oleh pihak luar platform, ini kan yang sulit,” papar Nailul.
Sumber: Tribunnews/Sn