Jakarta|EGINDO.co Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH mengatakan, Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas tidak harus dengan tilang. Teguran terhadap pelanggar lalu lintas merupakan bagian dari penegakan hukum itu sendiri. Sesuai dengan SOP ( Standart Operasional Prosedur ) bahwa penegakan hukum dapat dilakukan dengan cara represif justice / tilang atau dengan represif non justice / teguran.
“Penegakan hukum dengan tilang prosesnya melalui mekanisme Pengadilan, sedangkan penegakan hukum yang bersifat non justice penyelesaiannya melalui mekanisme Pengadilan,”ujarnya.
Ia katakan, Penekanan pada sanksi sosial non Yuridis. Timbul suatu pertanyaan dari masyarakat, kapan penegakan hukum dengan tilang dilakukan ( represif justice ) dan kapan petugas menggunakan cara non justice/ teguran. Setiap anggota Polri melekat kewenangan ” diskresi: kewenangan untuk melakukan penilaian sendiri terhadap tindakan yang dilakukan di lapangan untuk kepentingan umum “.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum menjelaskan, Kewenangan ini diatur dalam pasal 18 ayat ( 1 ) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Sedangkan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas, mengacu pada pasal 211 sampai dengan pasal 216 KUHAP, Psl 264 sampai dengan pasal 269 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan Perma Nomor 12 Tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian pelanggaran lalu lintas. Tilang adalah bukti pelanggaran lalu lintas tertentu.
Sedangkan teguran menurut Budiyanto, adalah bukti pelanggaran lalu lintas non yuridis dengan penekanan pada sanksi sosial. Pelanggaran lalu lintas dibedakan dalam 3 ( tiga ) golongan, yakni: Pelanggaran ringan, pelaggaran sedang dan pelanggaran berat.
Ungkapnya, dengan kewenangan diskresi yang melekat pada setiap anggota Polri, dapat digunakan sebagai salah satu landasan pada saat petugas mendapatkan, atau mengetahui adanya pelanggaran lalu lintas. Dengan kewenangan yang dimiliki oleh petugas dengan melihat dan menilai terhadap pelanggaran yang didapat, petugas dapat menentukan apakah pelanggaran yang didapat perlu ditilang ( rep justice ) atau cukup dengan diberikan teguran ( non justice ).
Represif justice / tilang dan non justice dapat digunakan dengan pertimbangan bobot pelanggaran yang didapat. “Yang penting bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dapat dilakukan dengan cara Represif justice/ tilang atau dengan cara non justice/ teguran,”tegas Budiyanto.
@Sadarudin