Jakarta | EGINDO.com – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta agar pemerintah terlebih dulu melakukan mitigasi sebelum mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap truk-truk sumbu tiga ke atas beroperasi pada saat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Jika tidak, yang terjadi malah akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena adanya tambahan biaya logistik. “Jadi, apapun yang namanya pelarangan itu perlu mitigasi. Ini yang seringkali terlewatkan, buat pelarangan tapi nggak ada mitigasinya. Kita setuju menghindari kemacetan, tapi apa mitigasinya?” ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey kepada media.
Dalam hal ini, menurut Roy, pemerintah perlu mendeskripsikan apa dampaknya jika barang-barang yang tadinya diangkut truk-truk sumbu tiga ke atas itu dialihkan ke truk-truk sumbu satu dan dua. Itu pasti menimbulkan biaya yang lebih besar. Misalnya, lanjutnya, sumbu tiga itu bisa membawa 25 ton dengan satu biaya. Tapi, dengan dilarangnya truk sumbu tiga itu beroperasi, para pengusaha harus menggantikannya dengan truk-truk sumbu dua dan sumbu satu yang jumlahnya lebih banyak. Jadi, dalam mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap truk-truk sumbu tiga selama HBKN itu, pemerintah harus memperhitungkan penambahan biaya tersebut.
Dengan adanya mitigasi, menurut Roy, pemerintah akan mengetahui dampak yang disebabkan kebijakan pelarangan itu. “Jadi, kalau beranggapan truk-truk sumbu tiga itu menyebabkan kemacetan saat HBKN, pemerintah juga harus bisa memberikan solusi terhadap penambahan biaya yang disebabkan kebijakan tersebut. Misalnya, memberikan subsidi terhadap biaya solarnya,” ujarnya.
Menurutnya, harus ada rangkaian seperti itu. Jadi, bukan hanya melarang sumbu tiga itu beroperasi saat HBKN. Karena, katanya, untuk memindahkan barang-barang dari truk-truk sumbu tiga ke sumbu dua dan sumbu satu itu pasti harus menambah biaya atau harga yang akhirnya berujung kepada masyarakat. Jadi, katanya, jangan hanya mengeluarkan kebijakan pelarangan saja, tapi harus ada mitigasi. Sebab, kalau dilakukan pelarangan kemudian menimbulkan biaya ekonomi tinggi.
Aprindo juga menyarankan agar pemerintah memiliki perangkat untuk memperhitungkan berapa potensi kendaraan yang akan berwisata atau akan mudik pada setiap hari-hari besar keagamaan itu. “Jadi, tidak harus disamaratakan untuk semua hari-hari besar keagamaan itu. Kan jumlah pemudik saat Lebaran, Nataru, dan hari-hari besar lainnya itu tidak sama. Paling banyak itu biasanya saat Lebaran. Mungkin saat itu saja diberlakukan pelarangan, tapi itu juga waktunya jangan terlalu panjang. Tapi, kalau saat Nataru dan hari-hari besar lainnya sebaiknya tidak diberlakukan pelarangan itu,” tukasnya.@
Rel/fd/timEGINDO.com