Jakarta | EGINDO.co  -Kecelakaan yang berkaitan dengan kasus angkutan barang ODOL (Over Dimension Over Loading) jadi perhatian serius buat kita semua.
Dikatakan Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, kasus angkutan barang Odol (Over Dimension Over Loading), muncul wacana untuk merevisi Undang – Undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, agar sejumlah aturan beserta sanksi yang mengikat lebih bisa memberikan efek jera.
Bahkan dalam agenda : Virtual peresmian Hino total support customer center ( kamis 27 / 1 / 2022 ), melalui Dirjen perhubungan darat, sudah menyampaikan hal tersebut ke Komisi V DPR RI agar dimasukkan dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional), sehubungan dengan Wacana tersebut.
Ia katakan merespon tentang wacana tersebut yang dikaitkan dengan pelanggaran Odol (Over Dimension Over Loading) yang dianggap sejumlah aturan dalam undang – undang lalu lintas dan angkutan jalan, belum mampu memberikan efek jera, menurut hemat saya terlalu prematur. Regulasi yang mengatur tentang pelanggaran Odol (Over Dimension Over Loading), relatif sudah cukup memadai.
Sebenarnya yang lebih penting bagaimana para stakeholder menjalankan aturan tersebut secara tegas dan konsisten. Tidak konsistennya dari pemangku kepentingan yang membidangi angkutan umum barang adalah seperti wacana pelanggaran zero odol (Over Dimension Over Loading) yang diwacanakan sejak tahun 2019 selalu ditunda dengan alasan yang kurang obyektif dan transparan,”sebutnya.
Dikatakan Budiyanto dalam Pasal 48 ayat ( 1 ) setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan (dimensi dan daya angkut truk banyak yang dirubah, contoh : Kasus truk terlibat kecelakaan lalu lintas di Balikpapan ).
2. Pasal 277 yang mengatur tentang modifikasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu ) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000 ( dua puluh empat juta rupiah ).
3.Dalam pasal 234 UULLAJ (Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan), ayat ( 1 ) menyebutkan Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor dan atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan / atau pemilik barang dan/ atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.
4.Pasal 307, sanksi terhadap pelanggaran angkutan umum, pidana kurungan 2 ( dua ) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 ( lima ratus ribu rupiah).
5.Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), pasal 263 mengakomodir apabila terjadi adanya tindak pidana pemalsuan ( Ancaman pidana 6 tahun ).
Ia katakan aturan relatif sudah cukup memadai namun yang lebih penting adanya ketegasan dan konsistensi pemangku kepentingan yang bertanggung jawab di bidangnya untuk melaksanakan aturan dengan konsekuen baik dalam menindak pelanggaran ODOL (Over Dimension Over Loading) maupun proses penyidikan apabila terjadi kecelakaan.
Penyidikan secara komprehensif harus dihadirkan pada saat terjadi kecelakaan yang melibatkan angkutan umum barang. Artinya penyidikan jangan hanya berkutat pada supir semata tapi harus lebih menyeluruh terhadap pihak – pihak yang ada kaitannya,”ucapnya.
Merevisi Undang – undang lalu lintas dan angkutan jalan, belum tentu menyelesaikan masalah apabila tidak ada komitmen yang kuat dari pemangku kepentingan yang bertanggung jawab di bidangnya untuk mencegah, dan menindak pelanggaran Odol ((Over Dimension Over Loading) yang sudah lama terjadi,“tutup Budiyanto.@Sn