Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, Aturan tentang berhenti dan parkir secara eksplisit telah diatur dalam undang – undang lalu lintas dan angkutan jalan serta aturan turunannya. Setiap kendaraan bermotor boleh berhenti dan parkir di sepanjang jalan selama tidak ada aturan lain yang melarang. Tempat – tempat tertentu yang membahayakan keamanan dan keselamatan berlalu lintas sudah dipastikan dilarang.
Ia katakan, Tempat – tempat tertentu yang membahayakan keamanan dan keselamatan berlalu lintas sudah diatur dalam pasal 118 Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan aturan turunannya Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang transportasi ( DKI ), termasuk ketentuan pidananya. Melanggar marka dan rambu dapat dikenakan pasal 287 ayat ( 1 ), kurungan 2 bulan atau denda Rp 500.000 ( lima ratus ribu rupiah ).
Lanjut Budiyanto, Apabila melanggar tata cara berlalu lintas sebagaimana di amanahkan dalam pasal 106 ayat ( 4 ) huruf d dan e tentang gerakan lalu lintas dan tata cara berhenti dan parkir, dapat dikenakan pasal 287 ayat ( 3 ), dipidana kurungan 1( satu ) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah ). Atau mungkin parkir pada jalan lingkungan yang secara kasat mata mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas yang merugikan banyak pihak, sepanjang jalan musyawarah mengalami kebuntuan, memberikan ruang kepada pihak yang dirugikan menuntut secara keperdataan, sesuai dengan pasal 1365 KUHPerdata ( Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ).
Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP ( P ) Budiyanto SSOS.MH menjelaskan, Dalam Peraturan Perdata DKI Nomor 5 Tahun 2014 tentang transportasi, pasal 62 ayat ( 3 ) memberikan kewenangan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS/ Dishub ) yang memberikan kewenangan untuk melakukan tindakan apabila mendapatkan kendaraan parkir tidak pada tempatnya, dengan cara: Mengunci Ban, menderek sampai mencabut pentil ban kendaraan. Semua aturan bermuara pada terciptanya situasi keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
“Membatasi setiap warga negara akan hak dan kewajiban di letakkan pada posisi equel ( persamaan hak di muka hukum ) tanpa merugikan pihak lain,”ujarnya.
Ungkap Budiyanto, Praktek – praktek parkir liar/ atau tidak pada tempatnya sering muncul di ruang – ruang jalan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas dan yang lebih parah sering menimbulkan percekcokan/ pertengkaran antara petugas dengan warga atau pemilik kendaraan dengan warga yang lain, yang secara kasat indra mengarah pada perbuatan melanggar hukum baru diluar hukum lalu lintas. Tidak sedikit terjadi perselisihan saling mencaci, bahkan sampai terjadi pemukulan dan tindakan lain yang sudah diatur dalam rambu – rambu hukum diluar lalu lintas ( KUHP ).
Dikatakannya, letakkan sikap dan perilaku kita semua pada aturan yang sudah menjadi kesepakatan baik dalam hukum tertulis ( hukum positif ), maupun produk hukum yang lain.
“Kesadaran dan tanggung jawab menjadi tolak ukur membangun situasi yang kondusif, termasuk masalah – masalah yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya tata cara berhenti dan parkir,”tegas Budiyanto.
@Sadarudin