Jakarta|EGINDO.co Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kembali menunda implementasi Pilar 1:Unified Approach terkait perpajakan internasional hingga 2025.
Meski terjadi penundaan, Kementerian Keuangan mengungkapkan pihaknya terus menyiapkan aturan pelaksanaan untuk mendukung Pilar 1 pajak global tersebut.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan bahwa Indonesia sangat mendukung penerapan dua pilar dalam mengatasi perpajakan internasional untuk terus meningkatkan transparansi pajak dan keadilan.
“Harpaannya MLC [multilateral convention] bisa segera ditandatangani pada semester II/2023 dan bisa berlaku mulai 2025.
Kemenkeu sedang menyiapkan aturan pelaksanaan, supaya nanti bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dan pelaku usaha,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (24/7/2023).
Pasalnya, ini merupakan penundaan kedua kalinya untuk implementasi pajak global Pilar 1. Akhir tahun lalu, 138 negara yang sepakat soal pajak global ini satu suara untuk menunda implementasi dari pertengahan 2023 menjadi 2024. Pada pertengahan Juli 2023, OECD mengumumkan penundaan skema itu menjadi pada 2025.
Sebelum dapat diterapkan, Pilar 1 yang hukumnya wajib tersebut membuat negara wajib menandatangani MLC maksimal pada akhir 2023 jika tak ingin lagi ada penundaan.
Alasannya, ada banyak negara yang belum memiliki instrumen regulasi di lingkup domestik untuk melegalisasi ratifikasi dari Pilar 1 tersebut. Alhasil, implementasinya pun terkendala.
Sementara itu, dalam pertemuan Finance Minister and Central Bank Governer (FMCBG) G20 di India pada pertengahan Juli 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa negara G20 masih terdapat sejumlah masalah untuk mencapai komitmen tersebut.
“Dalam G20 ini masih terus didorong agar Pilar 1 Pilar 2 akan bisa diupayakan tercapai pada akhir tahun ini, namun halangannya juga tidak mudah. Beberapa negara masih sangat jauh dari sisi perbedaan pandangan untuk melaksanakan Pilar 1 dan Pilar 2,” ujarnya.
Sebagai informasi, Pilar 1 dalam mengatasai perpajakan internasional berisi sistem dan prinsip perpajakan untuk perusahan digital dan multinasional. Sementara Pilar 2 berkaitan dengan minimum tax ratio sebesar 15 persen yang akan diberlakukan.
Indonesia pun telah memiliki Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam mendukung dua pilar tersebut.
Sumber: Bisnis.com/Sn