Paris | EGINDO.co – Perusahaan bahan bakar nuklir Prancis, Orano, tengah berupaya meningkatkan produksi uranium dari tambang-tambang baru di Mongolia dan tempat lain untuk memenuhi permintaan yang meningkat dari industri tenaga nuklir dan mengimbangi produksi dari proyek-proyeknya yang terhenti di Niger, kata CEO Nicolas Maes.
Orano, perusahaan milik negara, telah mengalami masalah dalam mengekspor uranium dari tambang-tambangnya di Niger sejak negara itu diambil alih oleh junta militer pada tahun 2023 dan mengatakan akhir tahun lalu bahwa mereka telah kehilangan kendali atas proyek-proyek yang mayoritas dimilikinya di sana.
Pada bulan Januari, perusahaan itu menandatangani perjanjian awal dengan Mongolia untuk mengembangkan proyek pertambangan dengan potensi produksi sebesar 2.600 metrik ton per tahun pada tahun 2044.
Perusahaan itu juga berupaya memperluas produksi di Uzbekistan serta Kanada, sumber utama bahan itu, kata Maes kepada wartawan.
“Kami telah mengembangkan diversifikasi ini secara signifikan dan itu membuat kami jauh lebih kuat dalam hal risiko geopolitik,” katanya.
Permintaan uranium akan meningkat karena negara-negara membangun reaktor nuklir baru untuk memenuhi permintaan energi bersih yang terus meningkat.
Produsen tenaga nuklir besar seperti AS juga mencoba menghentikan pasokan dari Rusia, yang memproduksi 40 persen uranium yang diperkaya di dunia.
Orano meluncurkan proses arbitrase di Niger akhir tahun lalu setelah penyitaan tambang Somair yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah.
Sekitar 1.000 metrik ton uranium yang diproduksi di tambang tersebut, senilai sekitar 250 juta euro ($261,40 juta), tidak dapat dikirim ke luar negeri, kata Maes.
Perusahaan tersebut justru berfokus pada aset di Uzbekistan, Namibia, Kazakhstan, dan Mongolia, serta Kanada, yang menyumbang sekitar 5.000 dari 8.000 metrik ton yang ditambang perusahaan tersebut setiap tahun.
“Kita akhirnya bisa merdeka dari Niger,” kata Maes.
Orano melaporkan pendapatan tahun 2024 sebesar 5,9 miliar euro pada hari Rabu, naik 23 persen dari tahun sebelumnya, sebagian besar karena kontrak daur ulang limbah senilai 1 miliar euro dengan perusahaan utilitas Jepang.
EBITDA mencapai 2,1 miliar euro dibandingkan dengan 1,2 miliar euro pada tahun 2023 sementara utang bersih turun menjadi 0,78 miliar euro dibandingkan dengan 1,48 miliar euro pada akhir tahun 2023.
Pendapatan untuk tahun 2025 diperkirakan mendekati 5 miliar euro, kata perusahaan tersebut.
Sumber : CNA/SL