Jakarta|EGINDO.co Mantan Kepala Subdirektorat Pembinaan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi (Purnawirawan) Budiyanto, S.H., S.Sos., M.H., memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah untuk memberlakukan opsen pajak pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Opsen pajak merupakan pungutan tambahan yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari pajak yang sudah ada.
Budiyanto menjelaskan, selama ini pajak kendaraan bermotor dikelola oleh pemerintah provinsi. Dengan pemberlakuan opsen pajak, kabupaten dan kota di Indonesia akan menerima langsung tambahan pendapatan tersebut. Namun, ia mempertanyakan penerapan kebijakan ini untuk provinsi yang tidak memiliki wilayah otonom kabupaten atau kota, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Efek Domino Terhadap Masyarakat
Menurut Budiyanto, pemberlakuan opsen pajak dapat menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan, termasuk:
1. Penurunan Daya Beli Masyarakat: Opsen pajak berarti penambahan beban finansial bagi pemilik kendaraan bermotor, terutama dalam kondisi ekonomi saat ini yang sedang tidak stabil.
2. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok: Tambahan pungutan pajak dapat berimbas pada peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga kebutuhan pokok seperti sembako.
3. Potensi Inflasi: Efek domino dari kenaikan harga-harga ini dapat memicu inflasi yang semakin menekan ekonomi masyarakat.
Budiyanto juga menyoroti tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor yang cenderung menurun. Berdasarkan data yang ia peroleh, sekitar 39% pemilik kendaraan tidak melakukan registrasi ulang atau pengesahan kendaraan yang bersamaan dengan pembayaran pajak. Dengan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia yang mencapai sekitar 164 juta unit, potensi pajak yang belum dibayarkan sangat besar dan berkontribusi pada kurangnya pendapatan negara.
Pertimbangan Penundaan Kebijakan
Melihat kondisi ekonomi yang tidak stabil, Budiyanto menyarankan agar rencana pemberlakuan opsen pajak pada PKB dan BBNKB ditunda. Menurutnya, kebijakan ini sebaiknya diterapkan hanya ketika kondisi ekonomi membaik dan daya beli masyarakat sudah pulih.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan langkah-langkah rasional untuk menunda atau membatalkan rencana tersebut meskipun opsen pajak telah diatur dalam undang-undang. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengacu pada pertimbangan hukum yang memadai dan memperhatikan dampaknya terhadap kebutuhan mendasar masyarakat.
“Keputusan yang bijak adalah menunda kebijakan ini sampai ada indikator ekonomi yang menunjukkan stabilitas dan daya beli masyarakat yang memadai,” ujar Budiyanto.
Ia menambahkan, bila opsen pajak tetap dipaksakan untuk diberlakukan serentak pada 5 Januari 2025, dikhawatirkan kebijakan tersebut akan memicu efek domino yang menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat, khususnya kelompok rentan. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah yang lebih bijak demi kepentingan masyarakat luas. (Sadarudin)