Jakarta | EGINDO.co – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengapresiasi kebijakan Bank Indonesia (BI), yang kembali menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 3,75 persen untuk membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional.
“Terima kasih Bank Indonesia telah menurunkan kebijakan policy rate-nya, yang cukup agresif dan kami akan mendukung itu dan mempercepat transmisi untuk pemberian kredit di perbankan agar sejalan dengan basis suku bunga yang ada,” ujar Wimboh dalam gelaran CEONetworking 2020 di Jakarta, Selasa.
Sepanjang tahun ini, bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 125 basis poin dari 5 persen menjadi 3,75 persen.
BI menurunkan suku bunga acuan pada Februari, Maret, Juni, Juli, dan November 2020. Penurunan suku bunga acuan tersebut diharapkan akan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan kredit yang relatif masih melemah akibat tergerusnya permintaan.
Pertumbuhan kredit pada September 2020 sebesar 0,12 persen (yoy), turun signifikan dibandingkan Maret 2020 (sebelum pandemi) yang tercatat sebesar 7,95 persen (yoy).
Namun, kredit yang mengalami tekanan sejak COVID-19 masuk ke Tanah Air, mulai menunjukkan pertumbuhan positif di September, yang tumbuh 0,16 persen secara bulanan (mtm).
“Dari perbankan saat ini tidak ada masalah berkaitan dengan likuiditas maupun permodalan, namun demikian dari berbagai komunikasi yang kami lakukan untuk terutama perusahaan-perusahaan besar, korporasi, sektor-sektor tertentu memang masih berat untuk mendukung pertumbuhan ini. Karena demand-nya masih cukup lemah di antaranya adalah sektor-sektor yang terkait dengan pariwisata dan juga terkait dengan perhotelan, restoran-restoran yang high-end, yang biasanya konsumennya turis-turis mancanegara,” kata Wimboh.
Selain sektor pariwisata, lanjutnya, sektor manufaktur juga turun. Menurut Wimboh, saat ini hanya sekitar 30 persen yang beroperasi baik itu perusahaan mobil atau perusahaan mobil. Namun demikian, Indonesia masih memiliki sektor-sektor andalan seperti sektor pertanian, perhubungan, perikanan, dan juga pertambangan.
“Ini adalah sektor-sektor yang bisa kita genjot dan impact-nya memang tidak segera, mungkin bisa beberapa tahun. Namun demikian, kita bisa melakukan spending itu, meng-create tenaga kerja untuk sektor itu, dan orang kalau bekerja pasti mempunyai kemampuan untuk berkonsumsi,” ujar Wimboh.
Selain itu, Wimboh juga mengapresiasi pemerintah yang telah memberikan dukungan terutama penempatan dana di bank-bank Himbara, bank pembangunan daerah (BPD), dan bank syariah juga dengan cukup agresif.
Total dana yang telah ditempatkan oleh pemerintah di bank Himbara mencapai Rp47,5 triliun. Realisasi penyaluran dana dari pemerintah tersebut telah mencapai Rp198,85 triliun atau 102,68 persen dari rencana penyaluran Rp193,66 triliun kepada 3,11 juta debitur.
Sedangkan total dana yang ditempatkan oleh pemerintah di BPD mencapai Rp14 triliun. Realisasi penyalurannya mencapai Rp22,79 triliun atau 78,29 persen dari rencana penyaluran Rp29,11 triliun kepada 115.275 juta debitur.
Sementara itu, total dana yang ditempatkan oleh pemerintah di bank syariah mencapai Rp3 triliun. Realisasi penyalurannya mencapai Rp5,54 triliun atau 187,31 persen dari rencana penyaluran Rp3,9 triliun kepada 36.043 juta debitur.
“Dana pemerintah tersebut sudah di-leverage sebagaimana yang dijanjikan dan ini dengan suku bunga yang sangat murah sehingga ini mendukung sektor perbankan untuk memberikan pinjaman dengan suku bunga atau bagi hasil yang lebih murah lagi,” kata Wimboh @
Ant/SL