Oleh: Fadmin Malau
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata mudik bermakna pergi ke “udik” atau pulang ke kampung. Kata mudik berasal dari Bahasa Jawa yakni “mulih dhisik” yang artinya pulang dulu. Dalam kehidupan sehari-hari mudik adalah aktivitas masyarakat perantau ingin kembali ke kampung.
Aktivitas mudik ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Mudik ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri sangat fenomenal sebab dilakukan ribuan orang bahkan jutaan orang. Akibatnya timbul beberapa masalah, para pemudik kesulitan mendapatkan transport untuk mudik.
Para pemudik berdesak-desakkan di kereta api, berjubel di terminal bus. Imbasnya kemacetan panjang di jalur yang dilalui para pemudik. Berbagai jenis kendaraan memenuhi jalur mudik, mulai sepeda motor, mobil, bus dan beca bermotor.
Semangat besar para pemudik sehingga resiko dalam perjalanan kurang diperhatikan. Kondisi alam, cuaca tidak menjadi penghalang semua diabaikan untuk mencapai tujuan kampung halaman.
Awal Tradisi Mudik
Awal tradisi mudik dikaitkan dengan Hari Raya Idul Fitri pada dasawarsa tahun 1970-an. Awalnya dari Kota Jakarta sebab menjadi kota besar impian semua rakyat Indonesia. Kala itu Jakarta mengalami kemajuan luar biasa yang dipimpin Gubernur Ali Sodikin (1966-1977).
Jakarta kota Metropolitan menjadi impian dan kebanggaan bila bisa tinggal di Jakarta. Sejak itu Kota Jakarta didatangi orang-orang udik dan menjadi tempat penampungan orang-orang udik. Tercatat lebih dari 80% para urban datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Para urban menjadikan Jakarta sebagai harapan hidup masa depan. Masyarakat bangga jika sudah bisa ke Jakarta dan lebih bangga lagi bila bisa bekerja di Jakarta.
Besarnya keinginan masyarakat datang ke Jakarta maka semakin banyak masyarakat urban di Jakarta. Masyarakat urban, masyarakat memiliki kampung halaman dan menjadikan Jakarta sebagai tempat perantauan.
Ketika menjadi masyarakat urban maka sudah pasti terputus dengan saudara, famili, sanak keluarga di kampung. Pasti timbul rasa rindu ingin bertemu mereka di kampung. Rasa rindu itu semakin menggebu-gebu ketika tiba Hari Raya Idul Fitri. Mengobat rasa rindu itu harus bertemu dan bersilaturahmi dengan sanak keluarga. Tidak ada jalan lain selain mudik.
Kini mudik bukan saja dari Jakarta tetapi dari berbagai kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Pelembang dan lainnya. Namun, Jakarta masih menjadi pusat mudik di Indonesia. Nah, itu sebabnya Jakarta menjadi sentral mudik di Indonesia dan kota lain sebagai pendukung.
Budaya tradisi mudik terus berkembang dari segi jumlah pemudik ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri. Alasannya mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri karena menjadi ajang silaturahmi dengan sesama sanak keluarga dalam dimensi keagamaan.
Jika dahulu masyarakat urban di Jakarta mudik karena rindu sanak saudara di kampung kini ditambah ajang silaturahmi. Mudik ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri menjadi legitimasi menekankan seolah-olah Hari Raya Idul Fitri bersilaturahmi dan berziarah.
Kini budaya tradisi mudik cenderung untuk memperoleh legitimasi sosial dari pemudik. Pemudik ingin menunjukkan keberadaan (eksistensi) ketika menjadi masyarakat urban yang berhasil kepada saudara di kampung. Akhirnya mudik menjadi tradisi ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Semangat Hari Raya Idul Fitri di kampung menjadikan mudik sebagai tradisi membudaya. Pada satu sisi pemudik cinta kampung halaman. Namun, pada sisi lain ingin mengatakan pemudik telah berhasil diperantauan. Meskipun begitu yang ditampilkan ingin menjalin kasih sayang dengan orang-orang yang dikasihi di kampung.
Problem Sosial Masyarakat
Kini mudik menjadi fenomena sosial yang berawal dari masyarakat urban rindu kampung, rindu sanak keluarga. Mudik menjadi fenomena sosial karena melahirkan problem sosial tentang belum berhasilnya pemerintah melakukan pemerataan pembangunan.
Kota-kota besar masih menjadi tumpuan harapan hidup masyarakat untuk masa depan. Hal ini disebabkan sistem pembangunan yang dilakukan pemerintah masih sentralistik yakni terpusat di Jakarta.
Selama sistem pembangunan yang dilakukan pemerintah belum merata pada semua daerah maka mudik terus menjadi fenomena sosial. Mudik terus berkembang menjadi satu tradisi membudaya ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Sebaliknya jika Jakarta bukan menjadi pusat segala-galanya dalam hidup masyarakat Indonesia maka jumlah pemudik akan berkurang. Bila pusat ekonomi tidak saja di Jakarta, juga pusat pendidikan tidak saja di Jakarta maka pemudik berkurang.
Sistem sentralistik membuat jumlah urban semakin banyak maka ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri pemudik semakin banyak. Tradisi mudik melahirkan problem sosial masyarakat yang harus dicarikan solusinya.
Hal itu karena tradisi budaya mudik telah merambah pada masalah kenyamanan dan keamanan para pemudik. Makna hakiki yang suci dari mudik untuk bersilaturahmi di kampung bergeser kepada kerawanan sosial. Problem sosial para pemudik terus muncul dari tahun ke tahun.
Problem kenyamanan dan keamanan ketika mudik harus diantisipasi pemerintah. Gangguan kelancaran lalulintas para pemudik ketika menjelasng Hari Raya Idul Fitri harus dicarikan solusinya. Jalur angkutan mudik dan balik harus nyaman dan aman para pemudik. Satu problem besar yang belum didapat solusinya.
Memang pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah berkoordinasi dengan pihak-pihak tekait. Berbagai pihak yakni Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan Kepolisian telah berupaya agar tradisi budaya tahunan berjalan lancar.
Disamping itu para pemudik harus mempersiapkan diri ketika melakukan mudik. Tidak sekadar semangat mudik tetapi memiliki persiapan yang baik. Banyak yang harus dipersiapkan untuk mudik, fisik dan mental.
Tradisi budaya mudik sesungguhnya fenomena sosial yang diimplementasikan kepada kehidupan manusia sesungguhnya. Mudik bermakna pulang kembali ke kampung atau ke daerah asal. Semua manusia di dunia ini tanpa terkecuali akan mudik ke daerah asalnya.
Semua manusia di dunia sesungguhnya menjadi manusia urban sebab pada satu waktu akan udik ke daerah asal. Dunia tempat mempersiapkan semua perbekalan untuk mudik yang sesungguhnya. Perbekalan mudik yang sesungguhnya bagi semua manusia di dunia ini tanpa terkecuali adalah mempersiapkan diri bertemu dengan Tuhannya.
Mudik tradisi budaya urban yang teraplikasi semangat pulang kampung harus menjadi pembelajaran bagi manusia. Semua manusia yang hidup di dunia hari ini akan pulang ke kampung yang sesungguhnya. Untuk itu persiapkan diri dengan berbuat baik dengan sesama dan mengerjakan semua yang diperintahkan agama dan menjauhi semua yang dilarang agama. Selamat mudik, selamat bersilaturahmi masyarakat urban di kampung masing-masing.
***