Jakarta | EGINDO.co – Moratorium Sawit tidak dilanjutkan, bagaimana nasib Sawit Indonesia. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo menginstruksikan moratorium sawit melalui Inpres Nomor 8 Tahun 2018. Aturan tersebut memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk melakukan penundaan pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan perkebunan kelapa sawit.
Pemberlakuan peraturan atau Moratorium itu berakhir pada 19 September 2021. Namun, hingga kini pemerintah belum mengeluarkan kepastian apakah moratorium berlanjut atau tidak. Indonesia merupakan produser dan eksportir terbesar sawit di dunia. Nilai ekspor sawit akan sangat menentukan besaran ekspor secara keseluruhan.
Banyak pihak menilai jika Moratorium tidak dilanjutkan maka sawit Indonesia akan menghadapi pelemahan harga sawit dan ekspor, Indonesia juga menghadapi kecaman dunia internasional dari aktivis lingkungan hidup.
Sebaliknya jika Moratorium diperpanjang akan menjadi sentimen penopang harga CPO pada posisi harga yang tinggi. Alasannya jika diperpanjang supply relatif terjaga karena tidak ada perkebunan besar yang ditambah atau dibuka.
Sementara itu data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor lemak dan minyak hewan/nabati, dimana mayoritasnya merupakan CPO, pada Agustus mencapai US$4,05 miliar, naik 61,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Besarnya ekspor CPO melambungkan ekspor Indonesia secara keseluruhan di bulan Agustus yakni US$21,42 miliar, rekor tertinggi dalam sejarah Indonesia.
Sedangkan selama periode Januari-Agustus, ekspor kelompok tersebut menembus US20,64 miliar atau naik 70% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menurut data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), harga CPO untuk pengiriman bulan November berada di kisaran US$1.200/metrik ton. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan November 2020 yang berada di kisaran US$800/metric ton. Harga CPO sempat terkoreksi ke level US$500/metrik ton setelah pandemi Covid-19 melanda dunia di Maret. Namun, harga kembali naik memasuki kuartal III tahun 2020.
Harga sawit diperkirakan akan merangkak lagi menjelang November mengingat India sebagai importir terbesar akan merayakan Diwali dan negara-negara Eropa akan memasuki musim dingin.@
Bs/TimEGINDO.co