Jakarta | EGINDO.com – Kepala Staf Kepresiden Moeldoko minta penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan Hak Guna Usaha (HGU) Perusahaan Umum (Perum) Perhutani, dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) (PTPN), dipercepat.
Ini disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko, dalam rapat Rapat Koordinasi Peluang Penyelesaian Konflik Agraria terkait HGU PTPN, yang dihadiri oleh Kementerian BUMN dan Kementerian ATR/BPN.
Moeldoko mengatakan, penyelesaian konflik agraria terkait HGU PTPN menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo, sesuai dengan amanat dalam rapat – rapat internal bersama Kementerian/Lembaga terkait yang dilakukan intensif sejak November 2021.
“Presiden secara jelas mengamanatkan agar melepaskan tanah yang terdapat pada Perum Perhutani dan PTPN yang telah ditempati warga selama puluhan tahun,” kata Moeldoko dalam keterangannya, Rabu (8/9/2021).
Seperti diketahui, data Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) RI menyebutkan, 6 lokasi prioritas penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan HGU PTPN, sebagian besar sudah menjadi perkampungan warga.
Keenam lokasi tersebut, 3 HGU habis perkebunan di PTPN XIV di Sulawesi Tengah, PTPN II di Sumatera Utara dan PTPN VII di Jawa Barat.
Sedangkan 3 HGU aktif perkebunan, ada di PTPN XII Jawa Timur, PTPN XIV di Sulawesi Selatan, dan PTPN VI di Sumatera Barat.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan yang ikut dalam rapat mengatakan terdapat 223 kasus yang diadukan ke Kantor Staf Presiden (KSP) sejak tahun 2015 hingga 2021.
Berdasarkan arahan Presiden, tahun 2021 sudah diprioritaskan 6 kasus percontohan dan ini membutuhkan tata kelola untuk penyelesaian tepat sasaran dan tepat guna di lapangan.
“Di satu sisi ada kebutuhan revisi kebijakan penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan aset PTPN, namun tidak dapat dipungkiri juga diperlukan safeguards untuk memastikan penyelesaian di lapangan bersifat tepat guna dan tepat sasaran,” ujar Abetnego.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian BUMN berdalih pelepasan aset negara tidak bisa dilakukan secara sembrono.
Apalagi, Kementerian BUMN seringkali berhadapan dengan Aparat Penegak Hukum, terkait pelepasan aset negara berupa tanah.
Menurut Sekretaris Kementerian BUMN Susyanto, ada cara lain yang bisa dilakukan terkait penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan HGU PTPN. Yakni, dengan pengurangan Penyertaan Modal Negara (PMN) di tanah-tanah PTPN.
“Jadi tanah-tanah mana di PTPN yang akan dilepaskan, berapa harganya, maka negara akan mengambil alih dengan pengurangan PMN. Tentunya pengurangan PMN memerlukan suatu PP, dan kordinasi dengan kementerian keuangan,” jelas Susyanto.
Sementara itu, Kementerian ATR/BPN menawarkan solusi pendataan tanah PTPN yang sudah tidak dimanfaatkan.
Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Agus Widjayanto menilai, secara regulasi tanah yang tidak dimanfaatkan masuk kategori sebagai tanah terlantar.
“Kalau mengacu pada PP 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, tanah yang tidak digunakan masuk kategori tanah terlantar. Nah, tinggal didata saja, mana tanah-tanah PTPN yang sudah tidak terpakai,” ujarnya.
Rapat Koordinasi penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan Hak Guna Usaha Perum Perhutani dan PTPN akan kembali digelar dalam waktu dekat, sebagai persiapan pelaporan kinerja tim reforma agraria.
Sumber: Tribunnews/Sn