Mengulik Tren “Mindful Snacking” Di Kala Pandemi

people-3281583_1920

Jakarta | EGINDO.co – “Jika Anda mengurus hal-hal kecil, maka hal-hal besar akan mengurus diri mereka sendiri,” demikian Emily Dickinson, pujangga Amerika.

Ide Dickinson sejatinya bisa diterapkan di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, di mana dalam pertempuran melawan stres akibat desakan pandemi, sebaiknya kita fokus merawat diri kita sendiri alih-alih mencemaskan hal-hal besar di luar sana.

Merawat diri sendiri kebanyakan kadung diterjemahkan sebagai sebuah cara menyenangkan diri sendiri di mana memuaskan keinginan diri menjadi salah satu jalan keluar.

Saat pandemi, banyak orang yang lari kepada kebiasaan mengudap untuk mengatasi stres.

Makan untuk menenangkan kecemasan adalah cara alami manusia untuk menangkal stres, demikian Devie Rahmawati, pengamat sosial dari Universitas Indonesia dalam webinar, Selasa (12/1).

Selain sebagai mekanisme tubuh menangani stres, mengudap, kata Devie juga merupakan sebuah bentuk interaksi sosial menenangkan yang bisa jadi pereda stres saat pandemi COVID-19 seperti saat ini.

“Cemilan adalah sumber kebahagiaan. Secara sosial makanan adalah perekat dan jembatan di antara masyarakat. Ini sudah menjadi kearifan lokal, makan bersama itu pelumas ketegangan,” kata Devie.

Makanan dalam bentuk kudapan menjadi jalan mudah dan sederhana untuk keluar dari kebosanan aktivitas yang dilakukan di rumah selama pandemi.

Oleh sebab itu, tak heran jika kebiasaan masyarakat Indonesia mengudap melonjak selama pandemi 2020.

Orang Indonesia suka ngemil saat pandemi
Sebuah survei yang dilakukan oleh Mondelez pada Oktober 2020 bertajuk “The State of Snacking 2020” di Indonesia dan 11 negara lainnya menunjukkan bahwa 60 persen orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya.

Masyarakat Indonesia sendiri rata-rata mengkonsumsi tiga kali makanan ringan per hari, yang melebihi jumlah rata-rata global. Tak hanya itu, ngemil juga dianggap menjadi hal yang sangat penting selama pandemi, angkanya 64 persen.

Devie Rahmawati menjelaskan, dalam konteks masyarakat Indonesia, kebiasaan ngemil sudah menjadi bagian dari tradisi sejak dulu. Maka dari itu, tidaklah heran jika camilan banyak dipilih masyarakat di berbagai kesempatan, termasuk dalam hal mengisi waktu luang dan menghilangkan kebosanan.

“Kebutuhan masyarakat Indonesia akan camilan tidak hanya menjadi pemenuh kebutuhan biologis, tetapi juga menjadi kekuatan sosiologis membangun konektivitas sosial, serta membantu mengendalikan suasana hati di kehidupan sehari-hari, bahkan meredakan tingkat stres yang timbul akibat suasana yang tidak menentu, seperti pandemi,” kata Devie.

Baca Juga :  Pengamat: Penyitaan Kendaraan Bermotor ( Ranmor)

Survei juga mengungkap bahwa saat ini setiap individu berusaha mencari kenyamanan saat menikmati camilan sehingga pemilihan waktu ngemil menjadi lebih spontan dan bervariatif. 60 persen responden menyatakan bahwa jadwal ngemil mereka menjadi lebih tidak terencana dan berbeda setiap harinya. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi makanan ringan untuk mencari kenyamanan di tahun ini (71 persen), dibandingkan dengan data pada tahun lalu (64 persen).

Sebanyak 84 persen responden menyatakan bahwa camilan merupakan salah satu sumber kebahagiaan mereka. Tak hanya itu, 81 persen merasa camilan bisa memberikan semangat tersendiri sepanjang hari. Mengenai manfaatnya bagi keluarga, 94 persen orang tua mengandalkan camilan untuk menghibur anak-anaknya selama pandemi. Bahkan, 77 persen orang tua telah menjadikan kebiasaan ngemil sebagai tradisi baru bagi keluarga.

Aktris sekaligus seorang ibu Novita Angie mengatakan kudapan bisa menjadi sarana hiburan yang membangun kedekatan di dalam keluarganya.

“Selama masa pandemi orang tua dituntut menjadi lebih kreatif, karena ruang gerak anggota keluarga menjadi terbatas, terutama anak-anak yang cepat bosan. Oleh karena itu, camilan bisa menjadi medium untuk menghibur, sekaligus juga untuk melengkapi momen kebersamaan keluarga,” kata Novita.

Kabar baiknya, tahun ini masyarakat merasa lebih sadar dan fokus pada camilan yang mereka makan, terutama saat mereka menikmatinya dalam kesendirian di rumah.

Sebanyak 66 persen responden merasa lebih fokus dengan camilan yang mereka konsumsi dan merasa lebih sadar untuk mencari camilan yang sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Bahkan, mereka bisa menghabiskan waktu lebih hanya untuk memahami camilan tersebut (bagaimana aromanya, teksturnya dan rasanya).

Mengudap dengan sadar
Mindful snacking alias mengudap dengan sadar bisa menjadi jalan tengah bagi para pencinta camilan.

Mindful snacking adalah mengudap dengan sepenuhnya sadar dan memerhatikan apa yang dimakan. Mindful snacking bisa dilakukan dengan merencanakan momen snacking itu sendiri, mulai dari menakar jumlah kudapan yang dikonsumsi sampai memerhatikan bahan baku dalam kudapan, apakah nutrisi dalam kudapan memang dibutuhkan tubuh.

“Orang kan sering ngemil enggak sadar, saking asyiknya tiba-tiba makanannya habis tanpa sadar, makanya dengan mindful snacking mungkin bisa jadi cara baru untuk untuk mengudap,” kata Novita.

Baca Juga :  Resmikan Tol Kunciran-Cengkareng Presiden Jokowi Minta Pemda Perluas Investasi

Dengan mindful snacking, kata Novita, seseorang akan lebih bisa menikmati makanan dan mendapatkan kepuasan.

Sebuah studi baru-baru ini terhadap 211 mahasiswa di Inggris menemukan bahwa kesadaran akan makanan kecil yang kita konsumsi, mindful snacking, memainkan peran kunci dalam pilihan positif seputar makan.

Partisipan penelitian mengisi kuesioner tentang motif mereka mengonsumsi makanan yang sangat enak (coklat, kue, muffin, dll.) Dalam empat kategori: sebagai aktivitas sosial, karena tekanan dari orang lain, sebagai mekanisme mengatasi stres, atau sebagai hadiah.

Mereka juga menjawab pertanyaan tentang kesadaran, mencintai diri sendiri, dan perilaku makan. Sebuah analisis menunjukkan bahwa mereka yang mempraktikkan kesadaran akan apa yang mereka konsumsi, terutama kesadaran saat ini, serta welas asih, memiliki lebih sedikit dorongan untuk makan saat tidak lapar.

Dikutip dari Psychology Today, berikut beberapa cara menghentikan keinginan mengudap dengan melatih kesadaran:

1. Bernapaslah dengan penuh kesadaran
Membumikan diri membantu memusatkan perhatian Anda pada saat ini, menciptakan pikiran tenang yang lebih sadar dan lebih siap untuk mencegah keinginan mengudap.. Dengan mata terbuka atau tertutup lembut, tarik napas dalam-dalam. Tarik napas hingga hitungan ketiga, jeda selama satu hitungan, lalu keluarkan hingga hitungan kelima. Ulangi tiga atau empat kali untuk membawa diri Anda ke hitungan sekarang.

2. Sayangi diri sendiri
Perlakukan diri Anda seperti Anda memperlakukan teman yang baik, dengan kesabaran dan kebaikan. Mulailah dengan kebiasaan pikiran dan tubuh: gunakan pernapasan yang menenangkan untuk tubuh Anda dan latih dialog internal yang ditandai dengan ekspresi ramah dan nada suara yang lembut. Jangan menilai diri Anda sendiri dengan kasar karena membuat kesalahan atau memiliki perasaan yang sulit.

Ingatkan diri Anda bahwa orang lain juga mengalami kesulitan. Jika Anda bertindak atas dorongan untuk makan berlebihan, maafkan diri Anda sendiri dan dengan lembut lakukan kembali perilaku makan sehat di lain waktu. Belas kasihan adalah tentang mempercayai proses Anda sendiri saat Anda menjadi lebih dari versi diri yang Anda inginkan.

3. Libatkan indra
Menyadari bagaimana rasa, bau, tampilan makanan, dan apakah makanan itu memuaskan dapat mengubah hubungan Anda dengan makanan agar selaras dengan prinsip makan yang penuh perhatian dan intuitif. Amati bagaimana perasaan Anda pada tubuh dan pikiran Anda setelah makan, dan perhatikan ukuran porsinya. Pada akhirnya, diet sehat yang baik adalah fleksibel dan seimbang – dan memberi Anda energi, nutrisi, dan kesenangan.

Baca Juga :  Terus Bertambah, Covid Varian Omicron Di Indonesia 30 Kasus

4. Terimalah keinginan ingin mengudap, lapar fisik, dan rasa kenyang yang nyaman
Periksa apakah, pada saat Anda menyiapkan makanan atau kudapan, keinginan Anda untuk makan didorong oleh emosi atau lingkungan Anda; jika ya, buatlah penasaran tentang apa yang tubuh Anda, daripada keinginan, dorongan, pikiran atau perasaan Anda, katakan kepada Anda. Amati apakah tanda-tanda kelaparan fisik muncul di tubuh Anda atau tidak: perut Anda kosong, sakit kepala ringan, energi turun, ketidaksabaran, atau hal lain. Apa pun yang Anda perhatikan, amati tanpa menghakimi. Terima itu. Perhatikan juga isyarat kepenuhan tubuh Anda yang berkomunikasi saat Anda merasa kenyang atau kenyang dengan nyaman.

5. Perluas opsi perawatan diri
Meskipun Anda mungkin termotivasi secara biologis atau psikologis untuk makan saat stres, memperhatikan bahwa Anda memiliki lebih banyak pilihan untuk merawat diri sendiri akan mengurangi risiko Anda mengalami gangguan makan atau gangguan makan – dan membuat Anda lebih tangguh. Mulailah dengan bertukar pikiran tentang aktivitas, hubungan, dan pemikiran yang membantu Anda merasa terhibur atau dihargai saat Anda sangat membutuhkannya. Buat daftar pribadi Anda dan simpan di tempat yang dapat Anda akses dengan mudah.

6. Cari tahu
Paradoksnya, menerima bahwa mengalami suatu dorongan berada di luar kendali Anda dapat meningkatkan kemampuan Anda untuk mengendalikannya. Mulailah dengan memperhatikan keinginan dan keinginan Anda untuk menggunakan makanan atau makan berlebihan sebagai cara untuk mengatasinya. Tanpa menghakimi, terimalah dorongan itu di luar kendali Anda. Fokus pada pemikiran alternatif, perasaan, aktivitas, atau nafas Anda. Kendalikan dorongan itu sampai hilang.

Ingat bahwa pemulihan dari hobi makan adalah sebuah proses, bukan peristiwa. Berkomitmen untuk makan dengan penuh kesadaran dapat meningkatkan kekebalan tubuh Anda. Meskipun kita tidak dapat mengendalikan beberapa pemicu stres yang terkait dengan pandemi, kita masih bisa mengontrol cara kita menanggapi keinginan mengudap makanan. (@Ant/AR)

Bagikan :