Jakarta | EGINDO.co – Masyarakat Indonesia mungkin lebih mengenal wayang kulit daripada wayang beber. Padahal nyatanya, wayang beber merupakan wayang tertua di Indonesia. Sedangkan, wayang kulit merupakan bentuk modifikasi dari wayang beber.
Sesuai dengan namanya, wayang beber adalah sebuah pertunjukan wayang yang dilakukan dengan cara membeberkan atau membentangkan lembaran kertas atau kain bergambar dengan stilisasi wayang (kulit) disertai narasi oleh seorang dalang.
Disebut sebagai wayang tertua karena wayang beber mulai ada dan dikembangkan sejak zaman Kerajaan Jenggala tahun 1223 M. Lalu berlanjut hingga masa kerajaan-kerajaan Islam (seperti Kesultanan Mataram). Cerita yang ditampilkan diambil dari Mahabharata maupun Ramayana. Setelah Islam menjadi agama utama di Jawa, cerita-cerita Panji lebih banyak yang ditampilkan.
Wayang Beber Tertua
Wayang beber yang pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat di Dukuh Karangtalun, Desa Gedompol, Donorojo, Pacitan. Konon, gulungan wayang beber di Pacitan merupakan peninggalan sejak zaman Majapahit. Berjumlah 6 gulungan, setiap gulungan memuat 4 adegan. Jadi jumlah keseluruhan menjadi 24 adegan, tetapi adegan yang ke 24 tidak boleh dibuka, yang menurut kepercayaan pantang untuk dilanggar.
Yang kedua ada wayang beber di Desa Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo (Wonosari), Gunungkidul, Yogyakarta. Seluruhnya berjumlah 8 gulungan, empat gulungan diantaranya merupakan seperangkat lakon utuh berjudul Remeng Mangunjoyo. Empat gulungan lainnya merupakan fragmen-fragmen lakon cerita panji yang belum diketahui judulnya.
Waktu Pertunjukan & Dalang
Pertunjukan wayang beber bisa dilakukan siang atau malam hari, kecuali malam Jum’at Kliwon karena pada malam tersebut wayang beber harus diberi sesajen. Sedangkan selama bulan puasa atau Ramadhan tidak diperkenankan melakukan pertunjukan wayang beber.
Lalu untuk dalang wayang beber harus seorang pria dan keahliannya mendalang itu diwariskan turun-temurun secara lisan kepada generasi penerus, biasanya seorang putra dari sang Dalang sendiri. Apabila sang Dalang tidak mempunyai anak laki-laki, keahlian mendalang itu dapat diwariskan kepada salah seorang keponakannya yang juga laki-laki.
Wayang Beber Kontemporer
Perkembangan zaman menuntut wayang beber untuk turut menyesuaikan. Maka dari itu muncul wayang beber kontemporer yang dicetuskan oleh Dani Iswardana pada tahun 2005. Bila wayang klasik biasa menyajikan cerita Mahabharata dan Ramayana, sekarang wayang kontemporer lebih menonjolkan cerita tentang kehidupan masyarakat saat ini.
Selain Dani, Komunitas Wayang Beber Metropolitan juga mementaskannya dengan pembahasan kehidupan di Jakarta lengkap dengan isu masyarakat perkotaan dan solusi yang ditawarkan. Bentuk Wayang Beber Metropolitan secara fisik banyak berubah bentuk dari tradisi. Namun walaupun banyak perubahan, ciri khas wayang beber masih terlihat jelas. Yaitu dengan adanya gambar yang berisi cerita wayang dan berbentuk gulungan gambar.
Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah juga berusaha mengenalkan wayang beber ke masyarakat. Lewat acara Festival Panji Nusantara yang digelar tiap tahun, wayang beber mendapatkan tempat untuk dipentaskan dan ditonton khalayak umum.
AR