Aceh | EGINDO.co – Membahas warisan budaya Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari adat istiadat, bahasa daerah, rumah adat, tarian daerah, dan lain sebagainya. Setiap daerah dari Sabang sampai Merauke pasti memiliki warisan budayanya masing-masing, salah satunya warisan budaya dalam bidang seni tari yaitu Tari Seudati.
Tari Seudati adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Aceh. Tarian ini dibawakan sambil berdiri oleh sekelompok penari laki-laki. Gerakannya khas dan enerjik serta diiringi oleh lantunan syair dan suara hentakan para penari.
Tarian ini cukup terkenal di Aceh, dan sering ditampilkan di berbagai acara, baik acara adat, acara pertunjukan, dan acara budaya. Tari Seudati melambangkan keteguhan, semangat, serta jiwa kepahlawanan pria Aceh.
Tari Seudati awalnya berkembang di daerah pesisir Aceh, tarian ini diyakini merupakan bentuk baru dari Tari Ratoh (Ratoih). Tari Ratoh sendiri sering dipentaskan untuk mengawali permainan sabung ayam. Selain itu, tari ini juga diadakan untuk menyambut panen dan sewaktu datangnya bulan purnama. Saat Islam datang ke Aceh, terjadilah proses akulturasi sehingga jadilah tarian yang kita kenal hingga saat ini.
Dulunya tarian ini juga digunakan oleh para tokoh agama sebagai media dakwah dalam menyebarkan agama Islam. Namun pada masa penjajahan Belanda tarian ini sempat dilarang. Karena syair yang dibawakan dalam Tari Seudati ini dianggap dapat menumbuhkan semangat bagi para pemuda Aceh untuk bangkit dapat menimbulkan pemberontakan kepada Belanda. Tapi setelah kemerdekaan Indonesia, tarian ini kembali diperbolehkan, bahkan tidak hanya sebagai media dakwah, tapi juga sering ditampilkan sebagai tarian pertunjukan hingga sekarang.
Nama seudati sendiri asalnya dari kata bahasa Arab yaitu syahadati atau syahdatain yang berarti kesaksian atau pengakuan. Ada juga yang menafsirkan seudati dari kata seurasi (bahasa Aceh) yang artinya harmonis atau kompak.
Penarinya berformasi 8 hingga 10 orang dengan menggunakan celana panjang dan baju lengan panjang yang ketat berwarna putih. Kepala penari dihiasi oleh ikat kepala yang disebut tangkulok dan sarung dari kain songket sebatas paha lalu diselipkan rencong yaitu senjata tradisional Aceh.
Tarian dipimpin oleh satu orang yang disebut syekh, satu pembantu syekh, dua pembantu di sebelah kiri yang disebut apeet wie, satu orang pembantu di bagian belakang yang disebut apeet bak dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu dalam tarian ini juga terdapat dua orang lain yang bertugas sebagai pelantun syair yang disebut aneuk syahi.
Tarian ini tidak diiringi oleh alat musik, melainkan hanya diiringi oleh pelantun syair. Selain itu, tarian ini juga mengandalkan bunyi dari tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakkan kaki ke lantai, dan petikan jari dari gerakan si penari.
AR