Sumatra | EGINDO.co – Suku Pakpak adalah suku yang berasal dari Pulau Sumatra. Suku ini tersebar di beberapa kabupaten/kota seperti Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatra Utara), dan Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam (Aceh).
Ada 5 pembagian subsuku di Suku Pakpak atau yang biasa disebut Pakpak Silima Suak oleh istilah setempat, antara lain :
- Pakpak Klasen, berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas yang merupakan bagian dari kabupaten Tapanuli Tengah.
- Pakpak Simsim, berdiam di kabupaten Pakpak Bharat.
- Pakpak Boang, bermukim di provinsi Aceh yaitu di kabupaten Aceh Singkil dan kota Subulussalam. Suku Pakpak Boang ini banyak disalahpahami sebagai suku Singkil.
- Pakpak Pegagan, bermukim di Sumbul dan sekitarnya di Kabupaten Dairi.
- Pakpak Keppas, bermukim di kota Sidikalang dan sekitarnya di Kabupaten Dairi.
Asal Usul Suku Pakpak
Menurut sejarah, asal usul suku Pakpak berasal dari India Selatan yaitu dari India Tondal yang kemudian menetap di Muara Tapus dekat Kota Barus lalu berkembang di tanah Pakpak dan kemudian menjadi suku Pakpak. Pada dasarnya nenek moyang suku Pakpak ini sudah mempunyai marga sejak dari negeri asal mereka, namun kemudian membentuk marga baru yang tidak jauh berbeda dari marga aslinya.
Menurut cerita, nenek moyang dari Suku Pakpak adalah Si Kada dan Si Lona dari India Selatan. Mereka pergi merantau meninggalkan kampungnya dan terdampar di Pantai Barus dan terus masuk hingga ke tanah Pakpak. Dari pernikahan mereka mempunyai seorang anak yang bernama HYANG. Itulah sebabnya nama Hyang adalah nama yang dikeramatkan di Suku Pakpak. Hyang pun dewasa dan kemudian menikah dengan putri Raja Barus.
Dari pernikahan mereka, lahir 7 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Adapun nama dari anak Hyang dan putri raja Barusadalah : Si Haji; Perbaju Bigo; Ranggar Jodi; Mpu Bada; Raja Pako; Bata; Sanggir; dan terakhir anak perempuan bernama Suari.
Si anak Sulung, yaitu Si Haji mempunyai kerajaan di Banua Harhar, yang saat ini dikenal dengan Hulu Lae Kombih, Kecamatan Siempat Rube Kabupaten Pakpak Bharat.
Perbaju Bigo pergi kearah timur dan membentuk kerajaan Simbello di Silaan, yang saat ini dikenal dengan Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu.
Ranggar Jodi pergi kearah utara dan membentuk kerajaan yang bertempat di Buku Tinambun dengan nama kerajaan Jodi Buah Leuh dan Nantampuk Mas, saat ini masuk kedalam Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe.
Mpu Bada pergi kearah barat melintasi Lae Cinendang dan tinggal di Mpung Simbentar Baju.
Raja Pako pergi kearah timur laut membentuk Kerajaan Siraja Pako dan bermukim di Sicike-cike.
Bata pergi kearah Selatan dan menikah, kemudian hanya mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Putra keturunan Tuan Nahkoda Raja. Dari pernikahan ini menurunkan marga Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Turuten, Pinayungen dan Anakampun.
Sanggir pergi kearah Selatan tapi lebih jauh dari Bata dan membentuk kerajaan di sana. Dipercaya menjadi nenek moyang marga Meka dan Mungkur.
Sedangkan anak perempuan yaitu Suari menikah dengan Putra Raja Barus dan mempunyai empat orang anak, yaitu : Tndang, Rea yang sekarang menjadi Banurea, Manik dan Permencuari yang kemudian menurunkan marga Boangmanalu dan Bancin.
Kehidupan Suku Pakpak
Suku bangsa Pakpak diikat oleh struktur sosial yang dalam istilah setempat dengan Sulang Silima. Sulang silima terdiri dari lima unsur yakni: 1. Sinina tertua (Perisang-isang (keturunan atau generasi tertua) 2. Sinina penengah (Pertulan tengah (keturunan atau generasi yang di tengah) 3. Sinina terbungsu (perekur-ekur = keturunan terbungsu) 4. Berru (kerabat penerima gadis) 5. Puang (kerabat pemberi gadis)
Kelima unsur ini sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam sistem kekerabatan, upacara adat maupun dalam konteks komunitas lebbuh atau kuta. Artinya ke lima unsur ini harus terlibat agar keputusan yang diambil menjadi sah secara adat.
Upacara adat Pakpak dinamakan dengan istilah kerja atau kerja-kerja. Namun saat ini sering juga digunakan istilah pesta. Upacara adat tersebut terbagi atas dua bagian besar yakni:
- Upacara adat yang terkait dengan suasana hati gembira dinamakan kerja baik. Contoh kerja baik adalah: merbayo (upacara perkawinan), menanda tahun (upacara menanam padi), merkottas (upacara untuk memulai sesuatu pekerjaan yang beresiko) dan lain-lain.
- Upacara adat dalam suasana tidak gembira dinamakan kerja jahat. Contoh kerja jahat adalah mengrumbang dan upacara mate ncayur ntua (upacara kematian).
Â
(AR/dari berbagai sumber)
Â