Jakarta|EGINDO.co Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) tidak ingin penerbitan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50/2020 tentang Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), termasuk e-commerce dilakukan secara tergesa-gesa.
Menurutnya saat ini draft perubahan beleid itu masih dalam tahap harmonisasi dan menerima masukan dari berbagai pihak.
“Jangan sampai Permendag sudah jadi, baru 2 minggu diubah lagi,” ujar Zulhas saat ditemui di kawasan Kalideres, Rabu (30/8/2023).
Zulhas mengatakan, pihaknya masih memberikan kesempatan kepada para e-commerce untuk memberikan pendapat dan saran mereka masing-masing terhadap perubahan Permendag No.50/2020.
Musababnya, kata Zulhas, pemerintah ingin memastikan agar kebijakan yang diberlakukan nantinya tidak merugikan usaha e-commerce maupun pelaku UMKM yang ada.
“Ini kan bukan soal lama dan cepat, ini kan soal yang bagus ya, dan akan melibatkan seluruh Kementerian terkait,” tutur Zulhas.
Sebelumnya, berdasarkan catatan Bisnis, Jumat (25/8/2023), revisi Permendag No.50/2020 mendapat protes dari Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE).
Khususnya pada rencana pemerintah membatasi impor langsung (cross border) di e-commerce. Bahkan, mereka berencana menggugat beleid tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila terbit tanpa mempertimbangkan aspirasi mereka.
Ketua APLE, Sonny Harsono menyebut bahwa pembatasan impor langsung (cross border) di e-commerce berisiko membuat usaha di sektor logistik terpuruk. Selain itu, mereka juga memandang rencana pembatasan impor di e-commerce akan melemahkan ekspor UMKM akibat dari risiko aksi balas dendam negara lainnya terhadap restriksi impor yang dilakukan Indonesia.
“Karena pasti akan digugat juga oleh WTO [World Trade Organization]. Jadi pemerintah Indonesia di dalam negeri digugat, di luar negeri juga akan digugat oleh pihak lain,” ujar Sonny.
Sebagai informasi, sebelumnya Direktur Jenderal Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim membeberkan sejumlah aturan yang telah direvisi dalam Permendag No.50/2020, terutama terkait dengan pembatasan peredaran produk impor di platform digital.
Pemerintah dalam revisi beleid tersebut berencana membatasi minimum harga produk yang bisa diimpor langsung (cross border) di e-commerce sebesar US$100 atau sekitar Rp1,5 juta per unit.
Artinya barang impor di bawah harga tersebut dilarang diperdagangkan oleh penjual dari luar negeri di platform e-commerce Indonesia. Selain itu, Kemendag juga menetapkan persyaratan tambahan bagi pedagang luar negeri di e-commerce yang menjual produknya ke Indonesia yakni dengan memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) hingga persyaratan teknis barang atau jasa yang ditawarkan. Pemerintah juga akan mendefinisikan social commerce seperti TikTok Shop, Facebook, dan Instagram sebagai salah satu bentuk penyelenggara PMSE. Adapun sejak 1 Agustus 2023, revisi Permendag No.50/2020 tersebut telah masuk tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM hingga saat ini belum rampung dan terbit.
Sumber: Bisnis.com/Sn