Menanam Pohon pada Usia Senja: Warisan Iman dan Harapan bagi Danau Toba

Menanam Pohon
Menanam Pohon

Oleh: Dr.Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl_EC.,M.Si

BENCANA yang melanda Sumatera Utara (Sumut) pada masa ini harus dibaca bukan semata sebagai peristiwa alam, melainkan sebagai tanda zaman yang menyingkap krisis mendalam dalam relasi manusia dengan ciptaan. Alam tidak sedang murka; manusialah yang telah lama melupakan panggilannya sebagai penatalayan ciptaan Allah. Karena itu, keprihatinan dan empati saja tidak memadai. Diperlukan metanoia, pertobatan ekologis yang nyata, jujur, dan berkelanjutan.

Pusat Studi Geopark Indonesia (PS_GI) menegaskan bahwa pertobatan ekologis menuntut perubahan cara berpikir, cara hidup, dan cara mengelola ruang kehidupan bersama. Dalam terang ekoteologi, bumi, termasuk kawasan Danau Toba, bukanlah komoditas yang boleh dieksploitasi tanpa batas, melainkan ciptaan Allah yang baik, yang dipercayakan kepada manusia sebagai penatalayan. Dalam kearifan Batak, relasi manusia dengan alam dipahami sebagai relasi marsiadapari (saling menopang) dan hasangapon ni tondi dohot pamatang, keutuhan hidup yang harus dijaga. Karena itu, merawat bumi adalah panggilan iman: mengelolanya dengan tanggung jawab, keadilan, dan kasih, agar kehidupan tetap lestari dan kemuliaan Allah dinyatakan melalui ciptaan-Nya.

Kerusakan ekologis yang terus terjadi merupakan kegagalan moral dan spiritual yang tidak boleh lagi dinormalisasi. Danau Toba sebagai geopark dan warisan alam, budaya dunia kini berada pada titik kritis. Ketika hutan dirusak, tanah dilukai, dan air dicemari atas nama kepentingan sesaat, sesungguhnya kita sedang menggadaikan masa depan generasi yang akan datang. Gereja, lembaga pendidikan, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat adat dipanggil untuk berdiri bersama, meninggalkan praktik eksploitatif, dan membangun tata kelola lingkungan yang berkeadilan ekologis.

Sebagai ungkapan iman yang hidup, tindakan kecil namun konsisten menjadi kesaksian yang profetik. Menanam pohon, bahkan di usia senja, adalah tindakan iman dan harapan, iman bahwa kehidupan harus dijaga hingga akhir, dan harapan bahwa bumi masih layak diwariskan. Sikap ini harus diturunkan kepada anak dan cucu sebagai warisan etis dan spiritual, agar mereka bertumbuh sebagai generasi penjaga ciptaan, bukan pewaris kehancuran.

PS_GI menyerukan kepada semua pihak: berhentilah memperlakukan alam sebagai objek rakus keserakahan, dan mulailah memandangnya sebagai sesama ciptaan yang harus dihormati. Pertobatan ekologis bukan pilihan tambahan, melainkan panggilan iman dan tuntutan zaman. Dari Danau Toba, kita dipanggil untuk memulai kembali, dengan nurani yang bertobat, kebijakan yang adil, dan tindakan nyata yang memulihkan kehidupan.@

***

Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia (PS_GI)

Scroll to Top