Jakarta|EGINDO.co Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyerukan perlunya perubahan mendasar dalam sistem penyelenggaraan jaminan sosial nasional saat menghadiri Silaturahmi 48 Tahun BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Rabu (10/12/2025) malam. Dalam acara bertema “Satukan Energi, Sejahterakan Pekerja” tersebut, Menaker menegaskan bahwa pendekatan jaminan sosial Indonesia tidak lagi cukup jika hanya berorientasi pada pembayaran klaim setelah risiko terjadi.
Menurut Yassierli, paradigma lama yang bersifat reaktif perlu digantikan dengan pendekatan promotif dan preventif yang berfokus pada upaya pencegahan risiko sejak dini. “Jaminan sosial seharusnya tidak hanya hadir ketika pekerja mengalami musibah, tetapi juga mampu meminimalkan potensi risiko agar pekerja tetap produktif dan sejahtera,” ujarnya.
Ia menyoroti masih rendahnya tingkat partisipasi pekerja informal yang jumlahnya sangat besar namun belum sepenuhnya terlindungi oleh program jaminan sosial. Keterbatasan literasi, minimnya pemahaman manfaat, serta sulitnya akses terhadap layanan jaminan sosial masih menjadi kendala utama. Karena itu, Yassierli menekankan pentingnya upaya sistematis untuk meningkatkan edukasi publik dan memperluas kanal pendaftaran hingga menyentuh lapisan masyarakat paling bawah.
Dalam penjelasannya, Menaker merujuk pada landasan konstitusional dalam Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan tanggung jawab negara dalam menyediakan jaminan sosial bagi seluruh warga negara. Ia menyampaikan bahwa pemenuhan hak tersebut tidak hanya menjadi amanat konstitusi, tetapi juga menjadi keharusan moral dan sosial dalam membangun ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif.
Lebih jauh, Yassierli mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan melalui pendekatan co-creation dalam merumuskan kebijakan. Ia menggarisbawahi pentingnya inovasi pada strategi rekrutmen peserta, termasuk menggandeng komunitas akar rumput, UMKM, koperasi, serta organisasi lokal yang memiliki kedekatan langsung dengan pekerja informal. Melalui sinergi semacam ini, ia berharap perluasan cakupan kepesertaan dapat dilakukan secara lebih efektif dan berkelanjutan.
Menaker juga menilai bahwa peringatan 48 tahun BPJS Ketenagakerjaan merupakan momentum strategis untuk memperkuat profesionalisme, tata kelola, serta kualitas layanan lembaga tersebut. Ia mendorong BPJS Ketenagakerjaan agar terus adaptif terhadap perkembangan zaman dan teknologi, termasuk memaksimalkan layanan digital, mempercepat proses klaim, dan meningkatkan pengalaman peserta.
“Empat puluh delapan tahun adalah usia matang bagi sebuah lembaga publik. Saya berharap BPJS Ketenagakerjaan dapat terus berinovasi dan menghadirkan pelayanan yang semakin humanis, akurat, dan mudah diakses bagi seluruh pekerja,” kata Yassierli.
Di akhir sambutannya, Menaker menegaskan kembali bahwa jaminan sosial bukan semata kebijakan teknis, melainkan bagian dari upaya besar membangun fondasi kesejahteraan nasional. Ia mengajak BPJS Ketenagakerjaan, pemerintah daerah, dunia usaha, serikat pekerja, dan masyarakat untuk bersatu memperkuat sistem perlindungan pekerja agar manfaatnya dapat dirasakan secara nyata oleh seluruh lapisan tenaga kerja di Indonesia. (Sn)