Jakarta|EGINDO.co Tilang manual digunakan kembali di Polda Metro secara selektif untuk pelanggaran lalu lintas tertentu, misal: Mencopot plat nomor, dugaan plat nomor palsu, balap liar dan sepeda motor menggunakan knalpot brong.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, cara ini tentunya untuk menekan angka pelanggaran selama masa transisi terutama pada ruas jalan yang belum terjangkau oleh CCTV E-TLE, dengan harapan agar para pengguna jalan tetap disiplin karena merasa terawasi baik oleh CCTV E-TLE maupun tilang manual dengan sasaran pelanggaran selektif tersebut diatas.
Lanjutnya, untuk mekanisme kerja tilang manual dan payung hukumnya. Mekanisme tilang manual mengacu pada peraturan perundang – undangan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), pasal 211 sampai dengan pasal 216 dan Undang – Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 267 sampai dengan pasal 269 dan SOP Penegakan hukum dengan tilang.
Dijelaskan Budiyanto, tilang manual rangkap 5 ( lima ) namun secara teknis untuk menilang pelanggar yang digunakan, lembar tilang warna merah dan warna biru. Tilang warna merah digunakan untuk pelanggar lalu lintas yang tidak mengakui kesalahannya dan ingin membuktikan kesalahannya tersebut dengan cara mengikuti sidang. Pelanggar akan memenuhi kewajiban hukum membayar denda tilang setelah ada penetapan putusan dari Pengadilan ( Inchraht ).
Setelah mendapatkan putusan dari pengadilan, ungkap Budiyanto mereka akan membayar denda tilang kepada eksekutor ( Jaksa ) baik dengan E- bangking atau melalui ATM atau lewat teler Bank yang telah ditunjuk sebesar jumlah sesuai amar putusannya. Tilang warna biru diberikan kepada pelanggar yang dengan sadar mengakui pelanggarannya dan bersedia menitipkan besaran denda maksimal sesuai dengan jenis pelanggarannya ( sesuai pasal 267 ayat 3 UU 22 tahun 2009 ).
Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto MH menjelaskan, apabila dalam putusan pengadilan besaran denda lebih kecil dari uang denda yang dititipkan di Bank, sisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil ( pasal 268 ayat ( 1 ) UU Nomor 22 tahun 2009). Sisa uang denda sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) yang tidak diambil dalam waktu 1 ( satu ) tahun sejak penetapan putusan Pengadilan disetorkan ke Kas Negara ( pasal 268 ayat 2 UU Nomor 22 tahun 2009 ).
“Sesuai dengan Peraturan perundang – undangan bahwa sebagai eksekutor atau yang melaksanakan Putusan Pengadilan adalah Jaksa,”ujarnya.
Ungkapnya, pelanggar diperbolehkan tidak mengikuti sidang dan menguasakan kepada pihak lain untuk menghadiri sidang. Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan tetap dilanjutkan ( pasal 214 ayat 1 KUHAP ).
“Dalam hal putusan diucapkan diluar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan ke Pelanggar. ( pasal 214 ayat 2 KUHAP ). Pengembalian barang bukti ( benda sitaan ) dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan ( pasal 215 KUHAP ),”tandasnya.
Lanjut Budiyanto, bagi pelanggar yang memilih alternatif pertama dengan menitipkan denda maksimal di Bank yang ditunjuk dengan bukti setoran/ struk dapat mengambil barang bukti di Penyidik.”Apabila pelanggar tidak terima dengan hasil putusan dari Pengadilan dapat melakukan upaya banding,”tutupnya.
@Sadarudin