Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, memberikan tanggapan terkait rencana Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Perhubungan DKI Jakarta, untuk menghapus rute Transjakarta Koridor Blok M – Kota. Rencana tersebut muncul karena adanya pertimbangan bahwa rute tersebut bertabrakan dengan jalur yang telah dilayani oleh moda transportasi Mass Rapid Transit (MRT). Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi tumpang tindih dalam penggunaan dana subsidi pelayanan publik (Public Service Obligation/PSO) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Namun, rencana tersebut mendapatkan penolakan dari sejumlah kalangan masyarakat. Mereka menyuarakan kekhawatiran, terutama terkait dengan perbedaan harga tiket antara Transjakarta dan MRT, serta potensi kekurangan kapasitas angkut pada jam-jam sibuk. Masyarakat berpendapat bahwa MRT, dengan kapasitas yang terbatas, tidak akan mampu menampung jumlah penumpang yang selama ini terangkut oleh Transjakarta. Selain itu, adanya perbedaan harga tiket juga dianggap memberatkan pengguna, mengingat tarif MRT lebih tinggi dibandingkan dengan Transjakarta yang sudah disubsidi melalui PSO.
Budiyanto menegaskan bahwa operasional Transjakarta selama ini mendapat dukungan dana dari PSO yang dialokasikan melalui APBD, yang berasal dari pajak yang dibayar oleh rakyat. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan transportasi yang layak, sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mengelola dana publik. Ia juga menyarankan agar pihak terkait melakukan kajian mendalam terhadap rencana penghapusan rute tersebut, dengan mempertimbangkan kapasitas kedua moda transportasi, beban tarif yang akan ditanggung masyarakat, serta aspek-aspek sosial lainnya.
Menurut Budiyanto, penolakan masyarakat terhadap penghapusan rute Transjakarta Koridor Blok M – Kota adalah hal yang wajar. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah untuk mendengarkan keluhan masyarakat dan mencari solusi yang tidak hanya mengutamakan efisiensi, tetapi juga memperhatikan kepentingan masyarakat pengguna transportasi umum.
Pemerintah diharapkan dapat melakukan kajian komprehensif dan transparan, yang melibatkan berbagai pihak terkait, sebelum mengambil keputusan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat. (Sadarudin)