Masyarakat Pulau Tidung, Jadi Pedagang, Nelayan dan Wisata

perahu
Kapal Nelayan untuk menangkap ikan juga membawa wisatawan

Catatan: Fadmin Malau

DUA ABAD lebih Pulau Tidung sudah dihuni oleh manusia yakni sekira tahun 1800-an dimana Pulau Tidung sebelum Indonesia merdeka sudah mengenal pemerintahan dan dihuni oleh penduduk meski jumlahnya pada waktu itu masih sedikit. Pada saat Gunung Krakatau meletus Pulau Tidung sudah dihuni oleh banyak penduduk terutama dari keturunan para pendatang.

Sebelum Indonesia merdeka Pulau Tidung sudah memiliki Lurah. Pulau Tidung dipimpin oleh seorang BEK atau dikenal sebagai Lurah. Informasi itu diperoleh EGINDO.co saat mengunjungi Pulau Tidung bersama Firma Total Solution (FTS) dan Dekarbon Nusantara Unggul (DNU) untuk mengadakan “Employee Gathering” selama dua hari. Tersebut Lurah yang pertama memimpin Pulau Tidung adalah bernama A. Mundari.

Cerita sebelum Indonesia merdeka itu terkait dengan penemu Pulau Tidung yang akhirnya Pulau Tidung masuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Seribu Kotamadya Jakarta Utara DKI Jakarta. Seiring waktu Pulau Tidung menjadi daerah tujuan wisata meskipun usianya menjadi daerah tujuan wisata masih hitungan puluhan tahun. Sebelumnya Pulau Tidung bukan daerah tujuan wisata akan tetapi tempat masyarakat bertempat tinggal.

Masyarakatnya hidup dari mata pencarian mayoritas sebagai nelayan yang terdiri dari Nelayan bubu besar dan bubu kecil, nelayan pancing, ada juga nelayan jaring dimana menjadi warisan dari penjajahan Jepang. Faktanya masyarakat Pulau Tidung mengenal yang namanya jaring jepang. Dinamakan jaring jepang oleh masyarakat Pulau Tidung dan kelompok nelayan yang ada di Pulau Tidung karena adanya dinamakan kongsi atau muro ami. Ternyata dari hasil usaha jaring jepang para orangtua dahulu mampu menyekolahkan atau mampu memberikan pendidikan yang meskipun harus merantau atau keluar dari Pulau Tidung. Dari pendidikan yang diraih para anak-anak nelayan di Pulau Tidung kini para generasinya sudah banyak bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan sudah banyak memiliki gelar sarjana.

Baca Juga :  Halal Bi Halal Hanya Ada Di Indonesia
Masyarakat Pulau Tidung berdagang makanan dan minuman bagi para wisatawan

Pulau Tidung terdiri dari dua pulau kecil yakni Pulau Tidung besar dan Pulau Tidung kecil. Berdasarkan cerita yang berkembang awalnya pulau yang pertama dihuni penduduk adalah Pulau Tidung kecil. Kemudian ketika terjadi pertambahan penduduk dari tahun ke tahun maka penduduk Pulau Tidung kecik semakin banyak. Akhirnya secara perlahan pindah ke Pulau Tidung besar.

Hal itu mengingatkan cerita tentang Jembatan Cinta yang menyatukan dua insan saling mencintai yang dibuktikan dengan terwujudnya jembatan penyeberangan dari Pulau Tidung besar ke Pulau Tidung kecil dan Jembatan itu kini dikenal para wisatawan sebagai Jembatan Cinta.

Baca Juga :  Hari Guru: Perlu Keprofesional Guru dan Dosen yang Digugu

Penduduk Pulau Tidung berasal dari bermacam-macam suku diantaranya suku Bugis, Mandar, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatra, Sumbawa dan Banten serta dari Batavia. Dimana para pendatang ke Pulau Tidung itu adalah beragama yang Islam. Kini penduduk Pulau Tidung dan pendatang ke pulau itu adalah beragama Islam.

Setelah Indonesia merdeka dimana sebelum Indonesia merdeka Pulau Tidung sudah ada. Pulau Tidung berada di Kepulauan Seribu yang mana pada tahun 1967 Kecamatan Pulau Seribu menjadi kecamatan Kepulauan Seribu dan pada tahun 2002 Kecamatan Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang memiliki 2 wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dan Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.

Kemudian Pulau Tidung memiliki 6 Kelurahan yakni Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari, Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Harapan, dan Kelurahan Pulau Kelapa. Luas wilayah Pulau Tidung Besar lebih kurang 54 Ha dan Pulau Tidung Kecil lebih kurang 18 Ha, Pulau Tidung Besar terdiri dari 4 RW dan 29 RT terdiri dari 1142 Kepala Keluarga (KK) dan 4354 jiwa. Akhirnya pada tahun 2009 Pulau Tidung mulai dikunjungi para wisatawan yang berasal dari Jakarta, Bogor, Bandung, Tanggerang dan sekitarnya.

Beca bermotor (Betor) bagi wisatawan yang ingin berkeliling pulau atau mengantar ke dermaga

Kedatangan para wisatawan itu oleh masyarakat Pulau Tidung disambut baik karena dengan kedatangan para wisatawan itu akan dapat menambah penghasilan masyarakat setempat. Secara perlahan tetapi pasti masyarakat Pulau Tidung tidak lagi semuanya menjadi nelayan, beralih kepada profesi lain yakni sebagai pedagang yang menawarkan berbagai barang kebutuhan bagi pendatang atau wisatawan, menjadi pemandu wisata, menjadi pembawa beca bermotor (Betor) bagi wisatawan yang ingin berkeliling pulau atau mengantar ke dermaga.

Baca Juga :  Hari Ini Saham INKP & TKIM Diborong Investor, Mengapa?

Menurut Ibrahim Sakti (43) kepada EGINDO.co sejak sepuluh tahun terakhir dirinya dan keluarga membuka usaha berjualan makanan dan minuman bagi para pendatang ke Pulau Tidung. “Lumayan juga berjualan makanan dan minuman buat para pendatang karena bila mengharapkan menjadi nelayan semua maka akan susah penduduk Pulau Tidung,” katanya.

Ibrahim Sakti mengatakan dengan jumlah penduduk terus bertambah maka harus ada variasi mata pencaharian, bila seluruhnya mengharapkan dari hasil sebagai nelayan tidak akan mencukupi. Harus memang berbagi dalam hal mata pencarian. Masyarakat Pulau Tidung, kini antara berdagang, menjadi Nelayan dan pelaku wisata.

Setelah cerita Jembatan Cinta dalam menyambut kedatangan para wisatawan ke Pulau Tidung. Lalu tentang masyarakat Pulau Tidung, antara berdagang, menjadi Nelayan dan pelaku Wisata. Lalu apa lagi yang ada di Pulau Tidung? Mau tahu? Nah, ikuti kelanjutan tulisan ini besok tentang Pulau Tidung. (BERSAMBUNG)

***

 

Bagikan :
Scroll to Top