MAKI Berharap KPK Hadir Dalam Sidang Kasus BLBI

Ilustrasi: Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukkan sampel barang bukti berupa paket bantuan sosial (Bansos) COVID-19 yang akan diserahkan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (16/12/2020). Berdasarkan penelusuran MAKI, paket Bansos COVID-19 yang disalurkan kepada masyarakat oleh Kementerian Sosial berupa 10 kilogram beras, dua liter minyak goreng, dua kaleng sarden 188 gram, satu kaleng roti biskuit kelapa 600 gram, satu susu bubuk kemasan 400 gram dan satu tas kain tersebut hanya seharga Rp188 ribu dari nominal yang seharusnya bernilai Rp300 ribu.

Jakarta | EGINDO.com    – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadiri sidang perdana gugatan praperadilan atas penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.

Sebagai lembaga penegak hukum, KPK semestinya menghormati proses hukum dengan menghadiri sidang praperadilan ini dan menjelaskan alasannya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus BLBI.

“Semoga KPK akan hadir sebagai bentuk penghormatan proses hukum dan tentunya KPK akan memberikan alasan, jawaban dan bukti atas terbitnya SP3 tersebut,” kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (7/6/2021).

Sebagai penggugat, Boyamin meyakini bakal memenangkan praperadilan ini.

Hal ini mengingat alasan KPK menghentikan kasus BLBI Sjamsul dan Itjih berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang melepaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung dari segala tuntutan pidana.

Baca Juga :  Yasonna: RUU MLA Tangulangi Kejahatan Lintas Negara

Padahal, tegas Boyamin, hukum di Indonesia tidak mengenal putusan seseorang menjadi dasar menghentikan perkara orang lain.

“MAKI yakin akan memenangkan gugatan ini dikarenakan Hukum Indonesia tidak menganut putusan seseorang dijadikan dasar menghentikan perkara orang lain atau yurisprudensi. Seseorang tersangka bisa dihukum bersalah atau bebas setelah melalui proses persidangan, bukan atas dasar SP3 oleh Penyidik KPK,” katanya.

Sumber: Tribunnews.com/Sn

 

Bagikan :
Scroll to Top