Hong Kong, | EGINDO.co – Universitas China Hong Kong (Chinese University of Hong Kong) mencabut pengakuannya atas serikat mahasiswa di sana, dengan menyebut bahwa kritik atas UU Keamanan Nasional yang dilancarkan oleh pimpinan serikat yang baru terpilih adalah suatu hal yang ilegal.
Langkah universitas, yang menuduh serikat mahasiswa “mengeksploitasi kampus” untuk “propaganda politis”, justru menimbulkan perhatian tentang kebebasan akademik dan politik di Hong Kong usai pemerintah pusat China menerapkan UU Keamanan Nasional, Juni 2020. Para pemimpin serikat “telah membuat tuduhan salah terhadap universitas dan mengeksploitasi kampus demi propaganda politis mereka, yang […] menurunkan reputasi universitas,” menurut pihak kampus dalam keterangan, Kamis kemarin..
Pelajar dan mahasiswa menjadi pihak yang berada di garis depan dalam unjuk rasa pro demokrasi di Kong Kong sejak 2019, dan otoritas tidak segan menekan perbedaan pendapat di sekolah dan universitas–yang dituding oleh Beijing telah menyuburkan sentimen anti pemerintah. Salam konferensi pers tengah malam, pemimpin serikat mahasiswa, Isaac Lam (20), mengatakan, “Kami akan terus mengejar demokrasi dan kebebasan, meskipun ada aksi (penertiban).”
Sementara komite eksekutif serikat yang baru terpilih, Syzygia, dalam manifestonya menuduh universitas “bertekuk lutut di hadapan rezim” dan ia berjanji akan melawannya. Dia juga menyebut bahwa UU Keamanan Nasional melanggar HAM dan kebebasan. Setelah pemilihan dalam serikat pada Rabu (24/2), universitas–yang menempati posisi ke 13 di Asia dan ke 43 di dunia, menurut situs resminya itu–menyatakan akan menghentikan pengumpulan dana untuk organisasi tersebut.
Pihak universitas juga mewajibkan badan kemahasiswaan tersebut untuk mendaftar sebagai wadah independen yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Para anggota serikat juga akan ditangguhkan dari semua posisi di komite universitas. Relasi antara universitas dengan serikat mahasiswanya sudah buruk sebelum pemilihan di serikat. Universitas memanggil pihak kepolisian usia terjadi konflik dengan mahasiswa mengenai pemeriksaan keamanan dan upacara wisuda tidak resmi yang kemudian memicu aksi protes.
November tahun lalu, puluhan mahasiswa yang lulus–kebanyakan mengenakan jubah hitam dan bertopeng Guy Fawkes–menggelar unjuk rasa damai di kampus. Mereka membawa spanduk anti pemerintah dan meneriakkan slogan pro demokrasi. Dari peristiwa itu, sembilan orang ditangkap, dengan empat orang yang dicurigai melanggar UU Keamanan Nasional. Regulasi tersebut memberikan ancaman hukuman penjara seumur hidup atas sikap yang dilihat sebagai aksi pemberontakan, pemisahan diri, terorisme, atau persekongkolan dengan kekuatan asing.@
rtr/TimEGINDO.co