Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum menjelaskan, Fenomena korban kecelakaan manahan SIM dan STNK dari pihak lawan atau yang menabrak sangat sering terjadi dengan tujuan untuk minta pertanggungan jawab masalah kerugian atau biaya perbaikan kendaraan yang rusak. Hal ini bagi mereka yang belum paham dan mengerti dianggap biasa dan lumrah. Hukum kausalitas ( sebab akibat ) muncul dengan sendirinya padahal mereka belum tahu siapa yang dalam posisi lemah atau korban, dan siapa sebagai tersangkanya atau pada posisi yang salah.
“Seharusnya, siapapun yang terlibat tindak pidana termasuk dalam kecelakaan lalu lintas harus menghormati azas praduga tak bersalah, mengendalikan emosi, dan tidak boleh main hakim sendiri,”ucapnya.
Ia katakan, Kejadian menyita dengan cara meminta SIM dan STNK untuk jaminan yang dilakukan oleh korban laka lantas dari aspek hukum tidak diperbolehkan. Dalam Peraturan perundang- undangan, telah mengatur tentang hak dan kewajiban bagi mereka yang terlibat kecelakaan lalu lintas dengan tetap menjujung azas praduga tak bersalah dan mengedepankan aspek kemanusiaan.
Lanjutnya, Pasal 231 ayat ( 1 ) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ (1) Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas, wajib:
a. Menghentikan kendaraan yang dikemudikannya.
b. Memberikan pertolongan korban
c. Melaporkan kecelakaan kepada pihak Kepolisian.
d. Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan lalu lintas. ( 2 ) Pengemudi kendaraan bermotor yang karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) hutuf a dan hutuf b, segera melaporkan ke pihak Kepolisian.
“Kemudian berkaitan dengan kewenangan penanganan laka lantas dan melakukan tindakan penyitaan diatur di dalam pasal 5 ayat ( 1 ) huruf b angka 2 KUHAP dan pasal 7 ayat ( 1) huruf e KUHAP,”tandasnya.
Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP (P) Budiyanto SSOS. MH mengatakan, Ketentuan lain yang mengatur kewenangan ada dalam pasal 89 ayat ( 2 ) pasal 236 dan pasal 260 ayat ( 1 ) huruf d Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Dalam penjelasan pasal-‘pasal yang mengatur tentang kewenangan penyitaan berada pada pihak Kepolisian yang menangani kasus tersebut.
Ungkapnya, Dengan demikian bahwa menahan SIM dan STNK oleh yang menganggap dirinya sebagai korban secara hukum tidak dibenarkan. Apabila hal tersebut dilakukan dengan cara paksa merupakan tindak pidana perampasan dan main hakim sendiri. Bagi mereka ( siapa saja ) yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas harus menghormati azas praduga tak bersalah dengan tetap mengedepankan aspek kemanusiaan dengan melakukan tindakan sesuai yang diatur dalam pasal 231 Undang -Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Menurutnya, tindakan korban menahan SIM dan STNK dalam kasus kecelakaan lalu lintas tidak dibenarkan secara hukum dengan dalih apapun, apalagi dilakukan dengan cara memaksa atau mengintimidasi.
“Laporkan kejadian kecelakaan lalu lintas ke pihak Kepolisian untuk dilakukan proses penyidikan lebih lanjut, “tegas Budiyanto.
@Sadarudin