Konsumen Berbelanja di Retail Ditarik PPN 12 Persen, DJP: Bisa Minta Kelebihan Pembayaran PPN

Dirjen Pajak) Suryo Utomo
Dirjen Pajak, Suryo Utomo

Jakarta | EGINDO.com – Kondisi saat ini banyak banyak konsumen yang dikenakan PPN 12 persen pada hal membeli bahan kebutuhan pokok, tidak membeli barang mewah. Konsumen yang berbelanja pada pelaku Retail seperti supermarket yang menarik PPN 12 Persen, Direktur Jenderal Pajak (DJP) menyebutkan bisa meminta kelebihan pembayaran PPN yang 12 persen.

Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo mengaku hal demikian terjadi lantaran adanya miss komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha. Menurutnya, pengenaan tarif PPN masih dalam masa transisi. Sehingga dalam implementasinya masih terdapat ketidakseragaman. Apalagi pada beberapa pelaku usaha menerbitkan faktur pajak secara sistematis yang membuat tarif 12 persen berlaku secara otomatis pada Januari 2025.

“Makanya tadi pagi kami ketemu kepada para pelaku retailer. Ada yang sudah menggunakan tarif yang sudah kita harapkan yakni 12 persen dikurang 1 persen. Tapi ternyata masih ada yang miss, karena tidak semua pelaku retailer itu menerbitkan faktur pajak secara insidentil, ada yang sistematis,” kata Suryo dalam konferensi pers di Jakarta.

Baca Juga :  Jokowi Pimpin Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila

Untuk wajib pajak (WP) yang sudah terlanjur dikenai tarif 12 persen, Suryo menjelaskan DJP tengah menyiapkan instrumen untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam konteks ini, kelebihan bayar tersebut akan dikembalikan kepada WP, atau melalui cara pembatalan faktur pajak.

Katanya DJP tengah menyiapkan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran PPN 12 persen, di antaranya dengan membatalkan faktur pajak, pengembalian oleh DJP, atau pengembalian oleh pelaku usaha langsung.

Sementara itu Direktur Peraturan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa kelebihan pembayaran PPN oleh konsumen akhir dapat dilakukan dengan pengembalian untuk jenis faktur pajak standar. Jika faktur ternyata tidak standar, maka penjual bisa melakukan penggantian langsung kepada konsumen dan menyetorkan kepada negara sesuai dengan tarif yang berlaku. Disi lain, ada mekanisme pembatalan faktur pajak.

Jika faktur pajak yang dibuat ternyata salah maka bisa diganti dan disesuaikan dengan tarif yang berlaku. Atau jika penjual tidak mau mengganti faktur pajak dengan tarif 12 persen, maka pembeli bisa mengajukan pengembalian kelebihan PPN yang akan dikreditkan pada SPT. “Sistem kita nyambung antara pajak yang dikeluarkan penjual dan yang dikreditkan pembeli juga ada di coretax, kita punya sistem canggih. Itu akan kelihatan ketika penjual tidak mengganti maka PKP mengkreditkan kelebihan 12 persen tadi. Kecuali sudah diganti maka penjual juga harus mengkreditkan yang sudah diganti. Ini sedang kita sedang matangkan skemanya, mematangkan skema dan membuat regulasi itu,” kata Yoga.

Baca Juga :  Penyidik Kanwil DJP Serahkan Tersangka Korupsi

Pemerintah menerapkan dua rumus perhitungan PPN 12 persen dalam PMK 131/2024. Dikutip dari PMK 131/2024, dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “Pengusaha Kena Pajak yang memungut, menghitung, dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan: a. menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan secara tersendiri; dan b. besaran tertentu yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.”

Sementara Pasal 5 menyebutkan bahwa “Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berlaku ketentuan sebagai berikut: a. mulai tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan tanggal 31 Januari 2025, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual; dan b. mulai tanggal 1 Februari 2025 berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).@

Baca Juga :  Kaisa: Pemegang Obligasi Belum Meminta Pembayaran Dipercepat

Bs/timEGINDO.com

Bagikan :
Scroll to Top