Jakarta|EGINDO.co Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan akan melakukan peninjauan ulang terhadap persetujuan lingkungan yang dimiliki oleh empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan sejumlah pelanggaran serius terhadap kaidah perlindungan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Salah satu perusahaan yang disorot adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang melakukan aktivitas pertambangan di Pulau Manuran. Menurut Menteri Hanif, perusahaan ini melakukan kegiatan tambang tanpa pengelolaan lingkungan yang memadai, sehingga mengakibatkan pencemaran terhadap perairan laut di sekitarnya.
“PT ASP melakukan kegiatan pertambangan tanpa manajemen lingkungan yang layak, yang berakibat pada pencemaran air laut,” ujarnya.
Persetujuan lingkungan bagi perusahaan ini diterbitkan oleh Bupati Kabupaten Raja Ampat pada masa lalu, tepatnya melalui Keputusan Nomor 75B Tahun 2006. Namun demikian, dokumen tersebut hingga kini belum diterima oleh KLHK.
Perusahaan lain yang juga dianggap melanggar ketentuan lingkungan adalah PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), yang mengoperasikan tambang nikel di Pulau Kawei dengan luas area sekitar 4.561 hektare. Persetujuan lingkungan untuk perusahaan ini juga diterbitkan oleh pemerintah kabupaten pada masa sebelumnya.
“Nantinya kami akan melakukan tindakan yang sama seperti terhadap PT ASP,” kata Menteri Hanif.
Sementara itu, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) diketahui belum memiliki dokumen persetujuan lingkungan. Atas dasar itu, KLHK telah menghentikan seluruh aktivitas penambangan perusahaan tersebut.
Berbeda dengan ketiga perusahaan di atas, kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag dinyatakan masih berlangsung sesuai dengan peraturan yang berlaku. Meski demikian, Menteri Hanif menegaskan bahwa KLHK akan terus melakukan pemantauan secara berkala terhadap aktivitas perusahaan tersebut.
Ia juga menekankan bahwa seluruh aktivitas penambangan tersebut berada di pulau-pulau kecil, yang menurutnya tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang praktik pertambangan di kawasan tersebut demi menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Sumber: rri.co.id/Sn