KLH Dorong Seluruh Perusahaan Sawit Gabung GAPKI demi Standar Keberlanjutan

ilustrasi sawit
ilustrasi sawit

Jakarta|EGINDO.co Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan terus mendorong agar seluruh pelaku industri kelapa sawit di Indonesia mematuhi standar operasional yang tinggi, transparan, serta sejalan dengan prinsip keberlanjutan.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) telah menunjukkan komitmen terhadap praktik berkelanjutan. Oleh karena itu, pemerintah membuka peluang pemberian apresiasi terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

Hanif menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen mendorong semua perusahaan sawit untuk tergabung dalam GAPKI guna memperkuat pelaksanaan program penilaian PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) secara lebih terstruktur dan masif.

“Ke depan, kami akan mengupayakan agar seluruh perusahaan sawit wajib menjadi anggota GAPKI. Sebab, untuk memperoleh PROPER hijau, salah satu syaratnya adalah menjadi anggota GAPKI. Ini penting untuk menjamin seluruh pelaku industri sawit menerapkan standar operasional yang tinggi, transparan, dan berkelanjutan,” ujar Hanif pada Sabtu, 18 Mei 2025.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah Menteri Hanif melakukan peninjauan langsung ke perusahaan-perusahaan anggota GAPKI dalam rangka memantau kesiapan menghadapi musim kemarau dan mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Dalam dua pekan terakhir, Hanif aktif melakukan kunjungan lapangan untuk memastikan kesiapan sarana dan prasarana perusahaan. Ia menyaksikan langsung bahwa kerja sama antara GAPKI, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya telah membuahkan hasil nyata di lapangan.

Ia berharap kolaborasi ini dapat terus diperkuat, terutama di wilayah-wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi seperti Provinsi Riau dan Kalimantan Barat. Menurutnya, kesiapan daerah sangat menentukan keberhasilan nasional dalam pencegahan karhutla, mengingat luasnya wilayah dan kondisi geografis Indonesia.

“Oleh karena itu, penting untuk terus mempererat hubungan yang dinamis antara GAPKI dan seluruh pemangku kepentingan terkait,” ujarnya dalam agenda Konsolidasi Kesiapsiagaan Personel dan Peralatan Pengendalian Karhutla.

Sekretaris Jenderal GAPKI, M. Hadi Sugeng, menyampaikan bahwa seluruh perusahaan anggota GAPKI berkomitmen menjalankan langkah konkret dalam menghadapi musim kemarau dan mitigasi karhutla, termasuk di Kalimantan Barat.

Sebanyak 752 perusahaan anggota GAPKI telah diwajibkan mematuhi regulasi yang berlaku serta memastikan seluruh sumber daya manusia, peralatan, dan infrastruktur dalam kondisi siaga. GAPKI juga melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan karena meyakini bahwa penanganan risiko kebakaran tidak dapat dilakukan sendiri.

Langkah lain yang dilakukan antara lain modifikasi cuaca, pemetaan area rawan kebakaran, serta penyediaan sumber air di lokasi rawan titik api.

“Komitmen GAPKI terhadap prinsip keberlanjutan tidak hanya berfokus pada produksi, tetapi juga pada perlindungan lingkungan dan aspek sosial di sekitar wilayah operasional,” tegas Hadi.

Sebagai informasi, Kementerian Lingkungan Hidup baru-baru ini meninjau kesiapan perusahaan anggota GAPKI di Kalimantan Barat dalam menghadapi potensi kebakaran lahan.

Meskipun dikenal sebagai provinsi Seribu Sungai, Kalimantan Barat merupakan wilayah dengan jumlah titik panas (hotspot) terbanyak di Indonesia, yakni sebanyak 57 titik.

Sekretaris Daerah Kalimantan Barat, Harrison, mengungkapkan bahwa provinsinya memiliki luas perkebunan mencapai 14,7 juta hektare, dengan luas kawasan hutan sebesar 8,32 juta hektare. Kalbar juga memiliki ekosistem gambut seluas 2,67 juta hektare—terbesar keempat di Indonesia setelah Papua, Riau, dan Kalimantan Tengah.

“Dengan kondisi geografis seperti ini, Kalimantan Barat tergolong wilayah rawan karhutla. Pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri. Karena itu, kami mendorong partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat, termasuk melalui kelompok seperti Desa Mandiri Peduli Gambut, Masyarakat Peduli Api, dan Kelompok Tani Peduli Api,” ujar Harrison.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga telah mengambil berbagai langkah antisipatif seperti modifikasi cuaca dan penguatan kerja sama lintas sektor, termasuk dengan TNI/Polri, BPBD, BMKG, dan pelaku usaha.

Sumber: Tribunnews.com/Sn

Scroll to Top