Klakson Bukan Sarana Intimidasi Atau Menakut – Nakuti

ilustrasi
ilustrasi

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, Klakson adalah alat yang dipasang pada setiap kendaraan bermotor yang mengeluarkan bunyi berfungsi sebagai alat komunikasi dengan pengguna jalan lain. Klakson bukan sebagai alat untuk intimidasi atau menakut- nakuti orang lain. Klakson disamping berfungsi sebagai sarana komunikasi juga merupakan syarat yang diamanahkan oleh Undang – Undang untuk memenuhi persyaratan kendaraan laik jalan.

Ia katakan, Pasal 48 ayat ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan PP Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan diatur persyaratan laik jalan kendaraan bermotor diukur sekurang – kurangnya terdiri atas antara lain: kebisingan suara. Kebisingan suara ini tidak boleh kemudian menimbulkan adanya Polusi suara atau kebisingan yang belebihan dan memekakkan telinga serta dapat mengganggu konsentrasi pengguna jalan yang lain.

Baca Juga :  Presiden: Pentingnya Transformasi EBT Dan Ekonomi Hijau

Lanjutnya, Membunyikan klakson pun secara teknis diatur tidak boleh sembarangan. Hal-hal yang bersifat teknis ini akan bersinggungan masalah etika berlalu lintas. Operasionalisasi klakson mengacu pada norma hukum dan etika.

“Berdasarkan norma hukum sangat jelas bahwa pemasangan klakson sebagai salah satu syarat kelaikan kendaraan, sesuai yang diatur dalam pasal 48 ayat ( 3 ) huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ,”tuturnya.

Dijelaskannya, Suara klakson mobil sesuai dengan Pasal 69 PP Nomor 55 Tahun 2012 tentang kendaraan adalah paling rendah 83 ( delapan puluh tiga ) desibel dan paling tinggi 118 ( seratus delapan belas ) desibel. Pasal 71 ayat 1 dan 2 PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang prasarana lalu lintas. Klason sebagai isyarat bunyi dapat digunakan apabila:
a. Diperlukan untuk keselamatan lalu lintas.
b. Melewati kendaraan bermotor lainnya.

Baca Juga :  AS: Kelompok Berbasis Rusia Darkside Di Balik Peretasan Pipa

“Klakson tidak boleh dibunyikan pada saat situasi macet, lampu TL ( Traffic Light ) menunjukan warna hijau, melewati rumah sakit,”tegasnya.

Diungkap Budiyanto, Membunyikan klakson cukup 1 ( satu ) kali sebagai bentuk sapaan kepada Pengemudi lain atau paling banyak 2 ( dua ) kali sebagai isyarat Panggilan minta bantuan, atau ucapan terimakasih. Membunyikan klakson tidak direkomendasikan lebih dari 2 ( dua ) kali karena dapat menimbulkan kegaduhan atau bahkan ada kesan intimidasi atau menakut – nakuti pengguna jalan lain.

“Pelanggaran terhadap penggunaan klakson diatur dalam ketentuan pidana pasal 285 ayat ( 2 ) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ ( pelanggaran laik jalan mobil ), dapat dipidana dengan Pidana kurungan paling lama 2 ( dua ) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 ( lima ratus ribu rupiah ),”tutup mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH.

Baca Juga :  Rupiah Diperkirakan Berisiko Melemah karena Prospek Suku Bunga

@Sadarudin

Bagikan :
Scroll to Top