KKP Dorong IPB Lakukan Riset Berbasiskan Ekonomi Biru

Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu

Jakarta|EGINDO.co Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong civitas akademi Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan riset terapan untuk pengembangan komoditas prioritas berorientasi ekspor.

Riset terapan untuk komoditas unggulan yang bernilai ekonomis tinggi seperti udang, rumput laut, lobster dan kepiting, merupakan salah satu bentuk sinergi akselerasi implementasi ekonomi biru.

“Dukungan dari civitas akademi IPB sangat kita butuhkan, mahasiswa dan para peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan kami dorong untuk melakukan riset yang sejalan dengan program terobosan KKP,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu saat menjadi keynote speaker dalam kegiatan Aquaculture Festival (Aquafest) 2022 yang diselenggarakan oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University tanggal 17-18 September 2022.

“Kami memerlukan sinergi dengan Perguruan Tinggi dalam menghasilkan teknologi maupun kajian terkait perikanan, khususnya pada sub sektor perikanan budi daya”, lanjutnya.

Tebe menjelaskan salah satu bentuk sinergi yang dapat dilakukan adalah memperbanyak penelitian dan inovasi teknologi terkait komoditas prioritas yang sejalan dengan program terobosan KKP.

Selain itu juga menekankan dan menyuarakan prinsip Ekonomi biru, sehingga dihasilkan hasil penelitan dan inovasi teknologi yang dapat mendukung peningkatan produksi perikanan budi daya nasional serta berkualitas dan ramah lingkungan.

Saat ini KKP memiliki lima strategi Ekonomi Biru yang salah satunya yaitu pengembangan budi daya perikanan ramah lingkungan, khususnya untuk komoditas bernilai ekspor tinggi seperti udang, lobster, rumput laut dan kepiting.

“Pesan Menteri Kelautan dan Perikanan, Bapak Sakti Wahyu Trenggono sangat jelas, dalam mengimplementasikan program terobosan salah satunya pengembangan perikanan budi daya ramah lingkungan, khususnya untuk komoditas bernilai ekspor tinggi harus mengedepankan keseimbangan tiga aspek yang saling berkaitan satu sama lain yaitu pentingnya menjaga kesehatan ekologi dan peningkatan ekonomi berkelanjutan dan aspek sosial bagi masyarakat”, papar Tebe.

Dari empat komoditas yang diunggulkan bernilai ekonomis tinggi, salah satunya udang, adalah komoditas perikanan yang sangat diminati oleh pasar dunia dan Indonesia berkontribusi terhadap pemenuhan pasar udang dunia rata-rata sebesar 6,9 persen dari kurun waktu 2015-2020.

Jurus KKP dalam peningkatan produksi udang nasional antara lain langkah pertama yaitu, mengevaluasi, baik lahan budi daya, teknologi maupun pendataan. Hal ini dilakukan untuk melihat produktivitas, tingkat kesejahteraan pembudi daya dan dampaknya terhadap ekologi.

Pasalnya, selama ini permasalahan produksi budi daya tidak bisa tercapai karena infrastruktur budi daya udang tidak memenuhi standard best practice, di mana standarnya praktik budi daya harus mengikuti praktik budi daya yang ramah lingkungan.

Kegiatan budi daya, khususnya tambak udang wajib memiliki instalasi pengolahan air limbah agar air yang digunakan setelah proses budi daya tidak mencemari lingkungan.

“Dengan infrastruktur yang mendukung, ditambah dengan lingkungan yang bersih, laut tetap selalu sehat, maka akan menciptakan iklim tambak yang sehat, sehingga produksi bisa lebih maksimal,” ujar Tebe.

Langkah kedua, lanjut Dirjen Tebe, dengan merevitalisasi tambak udang untuk meningkatkan produktivitas lahan tambak tradisional dari 0,6 menjadi sekitar 30 ton per hektare per tahun, dengan output terbangunnya tambak ramah lingkungan dan outcome peningkatan nilai tukar pembudi daya ikan dengan begitu ada peningkatan produksi yang lebih signifikan.

Dan langkah ketiga, yaitu dengan modeling tambak udang yang bertujuan meningkatkan produktivitas lahan budi daya udang sekitar 80 ton per hektare per tahun, melalui pengelolaan tambak udang modern, efisien, dan terintegrasi hulu-hilir dalam satu kawasan yang terukur dan berkelanjutan.

“Strategi pengembangan budi daya udang harus menggunakan konsep pengembangan budi daya udang yang memenuhi konsep pendekatan hulu-hilir yang baik dalam satu kawasan industri atau kawasan ekonomi. Konsep pendekatan hulu-hilir meliputi hatchery, pabrik pakan, on-farm budi daya udang, pengolahan hasil budi daya, proses pengemasan, ekspor serta penjualan, sehingga seluruh nilai tambahnya akan berputar di wilayah tersebut termasuk partisipasi masyarakat,” ujarnya.

Dengan model tersebut akan tercipta iklim budi daya yang terintegrasi, dengan biaya yang lebih efisien tapi hasil yang lebih maksimal untuk mewujudkan udang sebagai tulang punggung ekonomi sektor perikanan,”  tandas Tebe.

Tebe menambahkan untuk dapat tercapainya target produksi udang nasional sebanyak 2 juta ton pada tahun 2024, diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta dan stakeholder. Selain itu peningkatan produksi udang dapat tercapai apabila irisan budi daya perikanan dapat dijalankan dengan benar dan sesuai kaidah, seperti wadah dan media budi daya harus benar, serta biota yang berkualitas.

Tidak hanya irisan itu saja, tetapi juga harus terdapat kepedulian terhadap vegetasi lingkungan yang dikemas dalam konsep kawasan, dan tentunya dukungan akademisi riset terapan untuk komoditas prioritas dan sumber daya manusia yang berkompeten.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor IPB, Prof. Arif Satria menyampaikan bahwa dalam mewujudkan sub sektor perikanan budi daya yang maju dan selalu menjadi tumpuan masyarakat dalam memperoleh kebutuhan protein dan penghasilan, mahasiswa harus berperan membantu percepatan transformasi masyarakat kita dalam memasuki era 4.0.

Mahasiswa harus makin semangat menggali gagasan-gagasan baru yang bisa mensukseskan pembangunan perikanan budi daya untuk kemajuan bangsa.

“Masa depan perikanan budi daya Indonesia ada di tangan para mahasiswa semua. Mahasiswa harus mampu berkreasi, selalu menciptakan inovasi unggulan, ramah lingkungan dan berkelanjutan. IPB University terus mendorong kreativitas mahasiswa untuk berinovasi menghasilkan berbagai produk yang solutif bagi masyarakat”, tandas Prof Arif.

Sumber: Tribunnews.com/Sn

 

Bagikan :
Scroll to Top