Kini di Sibolga Ikan Sulit Ditemukan, Dahulu Sibolga Dijuluki Kota Ikan

Sibolga kota ikan
Sibolga kota ikan

Medan | EGINDO.com – Kini ikan sulit ditemukan, dahulu Sibolga dijuluki kota ikan. Hal itu diungkapkan Wali Kota Sibolga, Jamaluddin Pohan pada Jumat (14/2/2025) dalam acara regional economic forum bertajuk masa depan produksi perikanan dan industri pengolahan ikan di pantai barat Sumatra Utara, di Graha Aulia Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga.

Jamaluddin Pohan mengharapkan melalui forum tersebut dapat memberi solusi mengatasi tantangan dan masalah pembangunan perikanan di pantai barat Sumatra Utara, khusunya di Kota Sibolga, supaya kembali bergairah seperti masa kejayaannya.

Dikatakan Jamaluddin Pohan, sektor perikanan pernah menjadi urat nadi perekonomian utama di Kota Sibolga, karena sangat banyak menyerap tenaga kerja. Sektor perikanan pernah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi regional. Kota Sibolga selama ini dikenal dengan sebutan kota ikan, tetapi beberapa tahun belakangan ini, ikan sudah sulit ditemukan.

Dijelaskannya, Kota Sibolga letaknya strategis, berpenduduk sekitar 91.265 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,51% (Sibolga dalam angka, 2024) dengan luas daerah 10,77 km². Jumlah rumah tangga perikanan tercatat 1.090 dan jumlah nelayan mencapai 6.173 orang. Dari angka ini, 4.781 orang merupakan nelayan penuh, dan sisanya 1.392 orang nelayan sambilan. Jumlah angkatan kerja Kota Sibolga tahun 2023 sebanyak 47.411 jiwa, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) 71,18%. Sekitar 13,02% penduduknya adalah tenaga kerja nelayan.

Menurut Wali Kota Sibolga, Jamaluddin Pohan masih banyak penduduk Kota Sibolga berprofesi disektor perikanan lainnya sebagai buruh bongkar muat di tangkahan, pengemudi transfortasi pengangkutan ikan (truk dan becak), kemudian pelaku pemasaran ikan dan produk olahannya, pengolah ikan, pekerja digalangan kapal, SPDN, SPBU, toko-toko yang menjual alat-alat perikanan, pekerja di cold storage dan pabrik es.

Tentang potensi ikan, berdasarkan Kepmen KP nomor 19 tahun 2022, estimasi potensi sumberdaya ikan untuk kawasan Pantai Barat Sumatra Utara atau yang termasuk ke dalam wilayah penangkapan WPP RI 572 mencapai 1.229.950 ton/tahun, dengan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) 860.608 ton/tahun. Sedangkan produksi ikan Kota Sibolga tahun 2023 hanya mencapai 34.105.08 ton, atau meningkat sedikit dibanding produksi tahun-tahun sebelumnya. Namun, berapa tahun belakangan ini, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor telah menggantikan sektor perikanan menjadi penyumbang nomor 1 untuk PDRB Kota Sibolga.

Struktur PDRB Kota Sibolga menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2023 masih didominasi oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 27,44%; Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya menyumbang 18,43%; diikuti oleh konstruksi sebesar 12,17%. Peranan ketiga lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Kota Sibolga mencapai 58,04%. Penurunan produktivitas perikanan tangkap Kota Sibolga tidak terlepas dari beberapa regulasi yang membatasi pengelolaan sumberdaya perairan.

Menurut UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, praktis pemerintah daerah khusunya kabupaten/kota tidak memiliki wewenangnya dalam mengelola laut. Hal ini semakin terasa berat setelah pelarangan pemakaian alat tangkap pukat dengan terbitnya Permen-KP no.02 tahun 2015. Banyak kapal pukat dengan alat tangkap pukat cincin tidak dapat beroperasi. Nelayan atau anak buah kapal kehilangan pekerjaan, produksi ikan menurun, harga ikan pun melambung tinggi. Usaha pengolahan ikan kesulitan bahan baku, akibatnya banyak pelaku usaha yang tutup dan karyawan/buruh banyak yang dirumahkan.

Salah satu kebijakan pemerintah terkait hilirisasi produksi merupakan tantangan tersendiri bagi setiap pelaku industri, termasuk industri pengolahan hasil perikanan. Bagaimana memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan lewat riset dan inovasi, yang berpengaruh terhadap mutu, harga dan keuntungan. Tentu hal ini akan menjadi efek pengganda bagi ekonomi daerah. Namun, kondisi itu dihadapkan dengan masalah yang kompleks mulai dari pasokan bahan baku, hingga distribusi produk akhir.@

Bs/timEGINDO.com

Scroll to Top