Jakarta | EGINDO.co – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan jika kita yang mendiami wilayah Indonesia akan merasakan puncak musim kemarau sedari bulan Juli dan Agustus 2024. Di Jakarta, hal ini bahkan terjadi beriringan dengan menurunnya kualitas udara. Akibatnya, kesibukan dalam keseharian menjadi lebih menantang karena harus dipadupadankan dengan upaya menjaga kebugaran dan kebersihan tubuh, agar tak sampai jatuh sakit. Bagi yang lekat dengan penggunaan tisu untuk menyeka wajah, momen seperti ini membuat penggunaannya semakin berulang.
Apalagi pemakaiannya juga semakin menggantikan penggunaan sapu tangan. Seperti dikatakan dr Rachel Marsella Rahardjo, spesialis kulit dan kelamin yang bertugas di Eka Hospital Bekasi, sebagaimana dilansir pada laman resmi sinarmas yang dikutip EGINDO.co pada Sabtu (31/8/2024).
“Meski belum membaca penelitian terkait hal ini, jika kita lihat, penggunaan sapu tangan bersifat tidak sekali pakai. Misalkan kita gunakan untuk mengelap keringat, ketika bersin atau terbatuk, dan mungkin digunakan berkali-kali. Berarti kuman dan bakteri terkumpul pada sapu tangan itu sepanjang hari. Berbeda dengan tisu yang sifatnya sekali pakai, langsung kita buang. Jadi lebih mampu meminimalisasi penyebaran kuman dan bakteri,” ujarnya.
Seperti halnya menyeka keringat, mencuci tangan dapat kita lakukan cukup sering, bahkan dianjurkan untuk mengerjakannya rutin, dengan sabun hingga bersih. Menurut Rachel, dalam pengeringan selepas mencuci tangan, berbasis penelitian memang disarankan menggunakan tisu ketimbang sapu tangan atau pengering elektrik agar bakteri lebih sempurna tereliminasi. Meski dalam aktivitas keseharian kebutuhan tisu cukup beragam, mulai saat berada di meja makan, dapur, meja rias, hingga ke kamar mandi, dan dalam perjalanan yang pemakaiannya menyentuh wajah, anggota tubuh, juga berbagai benda di sekitar kita, namun dalam pemilihan tisu, khalayak masih lebih banyak melakukannya berlatarkan pertimbangan harga serta ketersediaan. Jenama dengan produk yang terasakan paling ekonomis, itulah yang kerap menjadi pilihan.
Padahal, ada sisi lain yang mesti dipertimbangkan. Rachel menyebutkan bila tisu daur ulang memiliki kandungan bahan kimia yang lebih bervariasi di mana pengguna dengan kulit sensitif mesti memberikan perhatian lebih karena dapat terkena iritasi. Selain itu, pengguna juga direkomendasikannya mencermati izin edar dari pemerintah yang tertera dalam setiap kemasan, termasuk pula sertifikasi kelestarian produk tersebut.
Bagi khalayak, pedoman yang bisa digunakan dalam membedakan bahan dasar pembuatan tisu adalah dengan menyimak warnanya. Tisu daur ulang umumnya memiliki warna putih yang tidak merata, bahkan kerap terlihat bintik hitam pada lembarannya. Tisu jenis ini, bila dimasukkan dalam ruang gelap kemudian diterawang dengan cahaya ultraviolet, akan menyala dalam gelap (glow in the dark). Sebaliknya, tisu yang berasal dari bahan alami tidak akan menyala dalam gelap.
Kala digunakan, tisu berbahan dasar alami, akan menghindarkan pemakainya dari iritasi ketika diusapkan ke kulit, sehingga sesuai untuk membersihkan wajah.
Tisu wajah Paseo misalnya. Jenama yang dikelola oleh Asia Pulp and Paper (APP) Group sepenuhnya menggunakan serat tanaman alami dari pohon acacia, dengan bahan baku yang tak memicu reaksi alergi atau hypoallergenic. Wujudnya terasa lembut, sekaligus lebih kuat dengan daya serap air yang baik serta perlahan, sehingga tidak menempel di kulit kala digunakan.
Selain menelisik proses produksinya, penggunaan yang sesuai dengan peruntukannya juga tak kalah penting, mengingat tisu ternyata mempunyai jenis dengan fungsi yang berbeda. Semisal untuk toilet atau kamar kecil yang tak sesuai digunakan saat makan, atau sebaliknya, tisu makan tidak cocok dipakai membersihkan wajah, karena teksturnya yang kasar berpotensi memicu terjadinya iritasi pada kulit wajah.
Rachel merekomendasikan agar pengguna sebelum menetapkan pilihan dapat menyesuaikan peruntukan tisu yang akan dipakai. “Misalkan untuk wajah, dapat memilih tisu kering berbahan dasar serat alami dengan menyediakan tisu basah untuk kebutuhan mendesak saat air sulit didapat. Sementara tisu daur ulang tetap dapat menjadi pilihan, namun bukan untuk bersentuhan dengan wajah,” urainya.@
Sc/fd/timEGINDO.co