Kesempatan Pelanggar Bayar Denda Tilang Setelah Inkracht

Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH
Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH

Jakarta|EGINDO.co  Inkracht adalah Keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum Budiyanto mengatakan, konteknya dengan Pelanggaran lalu lintas adalah keputusan dari Pengadilan berupa besaran denda tilang terhadap pelanggaran lalu lintas tertentu.

Lanjutnya, Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas selama ini sudah diatur baik dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981, pasal 211 sampai dengan 216, Undang – Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 267 sampai dengan pasal 269 dan Perma Nomor 12 tahun 2016 tentang tata cara penyelesaian terhadap pelanggaran lalu lintas.

Dalam peraturan perundang – undangan menurut Budiyanto, sudah jelas bahwa dalam acara pemeriksaan terhadap pelanggaran lalu lintas dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar.

“Pelanggar yang tidak hadir dapat menitipkan denda ke Bank yang telah ditunjuk sebesar denda maksimal yang dikenakan untuk setiap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan,”ujarnya.

Ia katakan, yang menjadi problem disini bahwa pelanggar wajib menitipkan besaran denda maksimal, padahal dalam putusan besaran denda di Pengadilan pada umumnya
jauh lebih kecil dari ancaman denda maksimal.

Dalam sistem E-TLE (electronic traffic law enforcement), ungkap Budiyanto setelah pelanggar mendapatkan Surat konfirmasi dan mengklarifikasi surat konfirmasi ke penyidik, mekanisme berikutnya akan diterbitkan tilang dan Nomor BRIVA, dimana pelanggar dapat langsung mentransfer besaran denda maksimal ke Bank dan bukti transfer / struk dapat digunakan untuk mengambil barang bukti yang disita penyidik.

“Setelah mengklarifikasi, pelanggar diberikan ruang untuk membayar besaran denda setelah ada putusan pengadilan yang memperoleh keputusan hukum yang tetap (Inkracht), karena apabila hanya diberikan ruang menitipkan besaran denda maksimal ke Bank, masih banyak pelanggar yang enggan,”tandasnya.

Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP (P) Budiyanto menjelaskan, menjelaskan pengambilan sisa denda setelah ada putusan Pengadilan. Problem ini yang seharusnya sebagai bahan evaluasi antara Kejaksaan dan Penyidik, bagaimana caranya untuk memberikan jalan alternatif pembayaran denda.

Alternatif pertama : memberikan ruang untuk pelsnggar dgn cara menitipkan denda maksimal ke Bsnk yg telah ditunjuk atau alternatif kedua diberikan ruang membayar denda tilang setelah ada keputusan dari Pengadilan ( Inkrahct ). Yang penting mekanisme penyelesaian sistem E-TLE tetap berjalan dan ada alternatif kemudahan dalam mekanisme pembayaran besaran denda tilang dengan menerapkan 2 ( dua ) alternatif tadi, yang antara lain diberikan ruang untuk membayar denda setelah ada keputusan dari Pengadilan.

Dikatakan Budiyanto, kalau hanya terfokus pada alternatif menitipkan denda maksimal ke Bank kemudian putusan pengadilan memutuskan besaran denda lebih kecil dan pelanggar tidak mau mengambil sisanya dengan berbagai alasan dapat menimbulkan problem pertanggungan jawab terhadap sisa uang yang tidak diambil oleh Pelanggar.

Didalam pasal 268 Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ (lalu Lintas Angkutan Jalan), dijelaskan Budiyanto, (1) Dalam hal putusan pengadilan menetapkan pidana denda lebih kecil dari pada uang denda yang dititipkan, sisa uang denda harus diberitahu kepada pelanggar untuk diambil, (2) Sisa uang denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang tidak diambil dalam waktu  satu tahun sejak penetapan putusan pengadilan disetorkan ke kas negara.

@Sadarudin

Scroll to Top