Jakarta|EGINDO.co Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara terkait penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi oleh KPK dalam kasus dugaan suap.
Jokowi mengatakan semua pihak harus menghormati hukum.
“Kalau ada yang melompati sistem dan mengambil sesuatu dari situ, ya, kalau terkena OTT ya hormati proses hukum yang ada,” kata Jokowi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (27/7/2023).
Henri Alfiandi diduga menerima suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan.
Modusnya dengan cara mengakali sistem lelang.
Menurut Jokowi, pemerintah telah melakukan perbaikan sistem di semua Kementerian dan lembaga untuk meminimalisir korupsi.
Misalnya, pemerintah telah menerapkan e-katalog dalam setiap belanja atau pengadaan.
“Seperti misalnya e katalog, sekarang yang sudah masuk sudah lebih dari 4 Juta produk dari yang sebelumnya 10 ribu. Artinya itu perbaikan sistem,” katanya.
“Dari informasi dan data yang diperoleh tim KPK, diduga HA (Henri Alfiandi) bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim gabungan penyidik KPK bersama dengan tim penyidik Puspom Mabes TNI,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis (27/3/2023).
Namun, KPK tak mengungkap lebih rinci dari proyek apa saja, selama tiga tahun tersebut, yang menghasilkan suap puluhan miliar rupiah bagi Henri Alfiandi dan Afri Budi.
KPK baru membeberkan tiga proyek pekerjaan di tahun 2023 yang ditengarai dimainkan Henri Alfiandi.
Tiga proyek dimaksud antara lain, pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar; pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar; dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 89,9 miliar.
Dari ketiga proyek itu, Henri Alfiandi diduga menerima uang total Rp 5.099.700.000 (Rp5,09 miliar).
Rinciannya, uang sebesar Rp999,7 juta diserahkan Marilya atas perintah dan persetujuan Mulsunadi Gunawan.
“Atas persetujuan MG selaku Komisaris kemudian memerintahkan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp 999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap,” kata Alex.
Kemudian uang senilai Rp 4,1 miliar berasal dari Roni Aidil.
“Sedangkan RA menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank,” lanjut Alex.
Total uang senilai Rp5,09 miliar itu lantas diistilahkan sebagai “Dako”.
“Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai ‘Dako’ (Dana Komando) untuk HA ataupun melalui ABC,” kata Alex.
Dalam kasus suap yang menjerat Kepala Basarnas ini, KPK menetapkan lima tersangka di antaranya Kabasarnas periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Dua penyuap Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto, Roni Aidil dan Marilya, ditahan di rutan KPK untuk masa penahanan 20 hari pertama.
Sedangkan tersangka Mulsunadi Gunawan diminta KPK untuk segera menyerahkan diri.
Sementara, Hendri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto diserahkan kepada Puspom TNI.
Namun, pengusutan kasusnya ditangani tim gabungan penyidik KPK dan Puspom TNI.
“Terhadap 2 orang tersangka HA dan ABC yang diduga sebagai penerima suap penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum lebih lanjut yang akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI sebagaimana kewenangan yang diatur di dalam undang-undang,” jelas Alex.
“Nanti yang akan melakukan penahanan Puspom TNI,” imbuhnya.
Marilya, Roni Aidil dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Henri Alfiandi dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP.
Sumber: Tribunnews.com/Sn