Jakarta | EGINDO.com   – Kementerian ESDM berencana melakukan perubahan skema harga batubara domestik atau domestic market obligation (DMO).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, skema harga baru itu diwacanakan melalui pengaturan harga batas atas dan harga batas bawah, sebagai upaya mengantisipasi adanya disparitas harga komoditas batubara di pasar.
“Kami mencoba melihat peluang-peluang pengaturan yang lebih baik dan memberikan keadilan bagi para pelaku usaha (pertambangan),” kata Ridwan, Selasa (16/11/2021).
Menurutnya, penetapan harga batas atas sudah diimplementasikan untuk kelistrikan umum, industri semen dan pupuk.
Tercatat, harga DMO batubara untuk pembangkit listrik dipatok 70 dolar AS per ton, dan pabrik pupuk maupun semen ditetapkan sebesar 90 dolar AS per ton.
Ia menyebut, apabila kebijakan ini tidak ditetapkan akan menghindari potensi kecenderungan produsen batubara menghindari berkontrak dengan konsumen batubara dalam negeri saat harga komoditas batubara naik.
“Saat harga naik, (produsen) lebih memilih denda bila harga batubara domestik jauh lebih rendah dibandingkan harga pasar internasional,” tuturnya.
“Harga batas bawah bertujuan untuk melindungi produsen batu bara agar tetap dapat berproduksi pada tingkat keekonomiannya saat harga batu bara sedang rendah,” sambung Ridwan.
“Skema ini akan memberikan kepastian bagi produsen batu bara maupun konsumen batu bara dalam negeri terkait jaminan harga dan volume pasokan,” papar Ridwan.
Diketahui, pemerintah telah mengatur kewajiban pemenuhan batubara dalam negeri bagi semua Badan Usaha Pertambangan yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri.
Dalam regulasi tersebut, bagi perusahaan pertambangan yang tidak memenuhi DMO 25 persen dari rencana produksi atau kontrak penjualan dalam negeri akan dikenakan larangan ekspor batubara, denda, maupun dana kompensasi.
Sumber: Tribunnews/Sn