Jakarta|EGINDO.co Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia mengeluarkan imbauan kepada para pelaku usaha Indonesia agar berhati-hati dalam melakukan transaksi perdagangan dengan rekan bisnis dari Bangladesh. Peringatan ini disampaikan terkait situasi politik dan ekonomi yang sedang tidak stabil di Bangladesh, terutama setelah pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang diperkirakan akan berdampak pada kondisi ekonomi negara tersebut.
Dalam surat yang dikeluarkan oleh Duta Besar RI di Dhaka dengan nomor B-00139/Dhaka/240822, disebutkan bahwa Bangladesh sedang mengalami krisis likuiditas. Selain itu, otoritas keuangan Bangladesh telah memberlakukan pembatasan penarikan tunai dari Bank Sentral Bangladesh.
Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Kementerian Perdagangan, Iskandar Panjaitan, dalam keterangan pers pada Rabu (11/9/2024), menyampaikan bahwa pelaku usaha Indonesia perlu lebih waspada dalam bertransaksi, baik secara individu maupun lembaga, dengan mitra dari Bangladesh. Langkah ini diambil untuk mencegah kerugian yang mungkin timbul akibat kesulitan likuiditas yang dialami Bangladesh, serta kebijakan pembatasan penarikan tunai yang diberlakukan.
Kondisi ekonomi Bangladesh saat ini ditandai oleh lonjakan inflasi yang mencapai 11,66 persen serta tekanan terhadap mata uang negara tersebut, yang mencapai level tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Selain itu, Bangladesh Bank juga telah mengeluarkan instruksi kepada sembilan bank agar tidak memproses pencairan cek dengan nilai lebih dari BDT 200 ribu (sekitar USD 1.680).
Bank-bank yang terkena kebijakan ini antara lain Islami Bank Bangladesh, First Security Islami Bank, Social Islami Bank, Union Bank, Global Islami Bank, Bangladesh Commerce Bank, National Bank, Padma Bank, dan ICB Islami Bank. Selain itu, batas penarikan tunai harian juga dibatasi maksimal BDT 200 ribu per akun untuk mencegah penggunaan uang tunai dalam aktivitas ilegal.
Kemendag mengusulkan beberapa langkah antisipatif yang bisa diambil pelaku usaha Indonesia, seperti mendiversifikasi produk yang dijual, terutama produk yang tahan lama, menggunakan metode pembayaran yang lebih aman, dan memanfaatkan bank internasional yang tepercaya. Pelaku usaha juga disarankan untuk menghentikan transaksi dengan Bangladesh Power Development Board (BPDB) yang saat ini tengah menghadapi masalah utang sebesar BDT 45 ribu crore (sekitar USD 4 miliar), yang berpotensi menunda pembayaran kepada mitra usaha.
Sumber: rri.co.id/Sn