Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pemerhati transportasi dan hukum, memberikan tanggapan terkait masalah lalu lintas yang sering terjadi di kawasan Puncak, Bogor, yang menjadi salah satu destinasi wisata favorit baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, terutama saat akhir pekan panjang dan hari libur nasional. Menurutnya, Puncak menawarkan beragam lokasi wisata menarik, seperti Taman Safari serta berbagai tempat kuliner yang memikat wisatawan untuk berlibur dan menikmati keindahan alam.
Namun, Budiyanto menyoroti permasalahan utama yang terjadi di kawasan ini, yaitu kemacetan parah yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah keterbatasan kapasitas parkir di lokasi wisata, sehingga banyak pengunjung terpaksa memarkir kendaraan mereka di bahu jalan atau bahkan di badan jalan. Kondisi ini diperparah oleh lokasi kuliner yang berada di sepanjang jalan, yang membuat kendaraan diparkir sembarangan dan menambah kesemrawutan.
Pasar yang berlokasi di tepi jalan juga turut memperburuk situasi lalu lintas. Aktivitas masyarakat yang berkerumun di sekitar area ini secara otomatis mengganggu arus lalu lintas dan memicu kemacetan berkepanjangan. Budiyanto menekankan bahwa kemacetan yang berlangsung lama dapat menyebabkan kejenuhan dan kelelahan bagi para pengendara, bahkan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan serius seperti kekurangan oksigen atau paparan emisi gas buang beracun dari kendaraan yang terus menyala.
Ia juga menyoroti bahwa kapasitas jalan pada waktu-waktu tertentu tidak mampu menampung jumlah kendaraan yang melintas. Dengan beban kendaraan yang melebihi kapasitas jalan, kemacetan tidak dapat dihindari. Meskipun pemerintah telah menerapkan kebijakan lalu lintas satu arah (one way) pada waktu tertentu untuk mengatur arus kendaraan yang mengarah ke Puncak dan kembali ke Jakarta, upaya ini dinilai kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh adanya jalan-jalan alternatif yang digunakan oleh pengendara, sehingga pada titik pertemuan terjadi konflik arus lalu lintas yang memperlambat kinerja lalu lintas secara keseluruhan.
Selain itu, durasi penerapan sistem satu arah yang terlalu lama juga dianggap tidak efektif karena menyebabkan arus kendaraan di arah yang berlawanan terhenti untuk waktu yang lama. Kendaraan yang berhenti dengan mesin tetap menyala mengakibatkan konsentrasi emisi gas buang yang berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi mereka yang kondisinya kurang fit.
Budiyanto menyarankan beberapa langkah untuk mengatasi kemacetan yang kerap terjadi di kawasan Puncak, khususnya saat akhir pekan panjang dan hari libur nasional, antara lain:
- Penerapan skema ganjil-genap tetap dilakukan dengan memastikan pelaksanaannya berjalan efektif dan mencegah penggunaan pelat nomor palsu.
- Sistem satu arah perlu diatur lebih fleksibel, sehingga kendaraan tidak berhenti terlalu lama dan mengurangi risiko paparan emisi gas buang.
- Pengaturan lalu lintas di jalan-jalan alternatif, sehingga arus kendaraan tidak menimbulkan konflik dengan arus utama di sistem satu arah.
- Optimalisasi penggunaan angkutan umum agar jumlah kendaraan pribadi yang masuk ke kawasan wisata dapat dikurangi.
- Penempatan personel lalu lintas, baik secara stasioner maupun patroli, untuk mendeteksi dan mengatasi titik kemacetan dengan cepat.
- Penggunaan sistem pemantauan lalu lintas real-time, seperti RTMC (Regional Traffic Management Center) di Polda dan TMC (Traffic Management Center) di Polres, untuk mendeteksi situasi lalu lintas secara langsung dan mengambil langkah cepat dalam menyelesaikan masalah.
- Partisipasi aktif masyarakat juga dinilai penting, seperti disiplin dalam parkir kendaraan, tidak menggunakan bahu jalan yang bukan peruntukannya, serta membantu petugas kepolisian dengan melaporkan titik kemacetan.
Selain itu, Budiyanto mengusulkan bahwa peningkatan kapasitas jalan perlu dilakukan, baik melalui pelebaran jalan maupun pembangunan jalan tol. Pembatasan jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan Puncak, misalnya melalui skema ganjil-genap, juga diharapkan dapat menjadi solusi efektif dalam mengurangi kemacetan. (Sn)