Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api: Tidak Adil Jika Hanya Sopir yang Disalahkan

Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.Ssos.MH.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.Ssos.MH.

Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pemerhati masalah transportasi dan hukum, menyoroti seringnya terjadi kecelakaan lalu lintas antara kereta api dan kendaraan bermotor di perlintasan sebidang, baik yang dijaga maupun yang tidak dijaga, serta di perlintasan liar. Kecelakaan tersebut sering kali mengakibatkan kerugian materiil dan korban jiwa.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap pengguna jalan yang akan melewati perlintasan sebidang wajib mendahulukan perjalanan kereta api. Hal ini dikarenakan kecelakaan yang melibatkan kereta api dapat menimbulkan dampak yang sangat besar.

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan prasarana dan perlengkapan perlintasan serta fasilitas pendukung lainnya, seperti sinyal, sirene, lonceng, dan rambu-rambu peringatan. Fasilitas tersebut bertujuan untuk memastikan keselamatan perjalanan kereta api serta para pengguna jalan lainnya.

Baca Juga :  Saham Tsingtao Merosot Setelah Pekerjanya Kencing Di Tangki

Namun, kenyataannya masih banyak perlintasan sebidang yang tidak dilengkapi dengan fasilitas keselamatan yang memadai. Bahkan, perlintasan liar yang seharusnya ditutup masih dibiarkan beroperasi. Keterbatasan anggaran sering dijadikan alasan mengapa fasilitas pengamanan belum dapat dipasang di seluruh perlintasan sebidang yang ada.

Kecelakaan antara kereta api dan kendaraan bermotor sering terjadi, baik di perlintasan resmi yang sudah dilengkapi fasilitas pengamanan, di perlintasan yang minim perlengkapan keselamatan, maupun di perlintasan liar. Secara hukum, pengemudi kendaraan tetap dianggap bersalah dalam kecelakaan di perlintasan sebidang karena kereta api memiliki jalur khusus yang harus diutamakan.

Namun, menurut Budiyanto, tidaklah adil jika hanya sopir kendaraan yang selalu dipersalahkan. Jika ditelusuri lebih dalam, terdapat kemungkinan unsur kelalaian dari pihak pemerintah yang tidak melengkapi perlintasan dengan fasilitas keselamatan yang memadai. Selain itu, bisa saja terjadi kelalaian dari petugas penjaga perlintasan yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, seperti tertidur atau terlambat menutup palang pintu.

Baca Juga :  Grup Sinarmas Kembali Akuisisi Tambang Batu Bara Australia

Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki tanggung jawab untuk memastikan perlintasan sebidang aman bagi semua pengguna jalan. Oleh karena itu, dalam setiap kecelakaan yang terjadi, tidak seharusnya hanya pengemudi kendaraan yang dikenakan sanksi hukum. Pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas keselamatan juga perlu dimintai keterangan dan pertanggungjawaban.

Dengan adanya evaluasi dan penegakan tanggung jawab yang lebih luas, diharapkan pihak terkait dapat menjalankan tugasnya secara lebih proporsional. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan serupa di masa depan serta meningkatkan keselamatan transportasi bagi seluruh masyarakat. (Sadarudin)

Bagikan :
Scroll to Top