Mentawai | EGINDO.co – Suku Mentawai suku asli yang menghuni Kepulauan Mentawai, yang berlokasi sekitar 100 mil dari propinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kepulauan Mentawai terdiri dari sekitar 70 pulau dengan empat pulau utama yaitu Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan, Sipora, dan Siberut. Populasi suku Mentawai diperkirakan sekitar 64.000 jiwa. Mereka menjalani gaya hidup pemburu-pengumpul semi-nomaden di lingkungan pesisir dan hutan hujan di pulau-pulau tersebut.
Suku Mentawai dikenal sebagai peramu dan saat pertama kali dipelajari mereka belum mengenal bercocok tanam. Penggunaan tattoo di sekujur tubuh merupakan tradisi khas suku Mentawai. Penggunaan tattoo tersebut berkaitan dengan peran serta status sosial penggunanya.
Untuk kepercayaan, mereka memiliki kepercayaan sendiri yang disebut Sabulungan. Sabulungan adalah kepercayaan animisme dimana mereka percaya bahwa segala sesuatu memiliki roh dan jiwa. Ketika arwah tersebut tidak diperlakukan dengan baik atau dilupakan, mereka mungkin membawa nasib buruk seperti penyakit dan menghantui mereka yang melupakannya. Suku Mentawai juga memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap benda-benda yang mereka anggap suci.
Orang-orang Mentawai dicirikan oleh spiritualitas mereka yang kuat, seni tubuh, dan kecenderungan mereka untuk mengasah gigi mereka atau yang biasa disebut Kerik Gigi, sebuah tradisi yang mereka percaya dapat membuat seseorang menjadi cantik. Mentawai cenderung hidup serentak dan damai dengan alam di sekitar mereka karena mereka percaya bahwa semua benda di alam memiliki semacam esensi spiritual.
Asal Usul Suku Mentawai
Para nenek moyang orang Mentawai adat diyakini telah bermigrasi pertama ke wilayah tersebut di suatu tempat antara 2000 – 500 SM (Reeves, 2000), sedangkan penjajah pertama dinyatakan, dalam dokumentasi awal oleh John Crisp yang mendarat di pulau-pulau pada tahun 1792, telah tiba pada pertengahan 1700 di perjalanan orang Inggris yang membuat upaya gagal dan untuk mendirikan sebuah pemukiman pertanian lada di sebuah pulau selatan Pagai Selatan (Crisp, 1799). Selama bertahun-tahun sebelum perdagangan ada antara masyarakat adat dan daratan Sumatera Cina dan Melayu (Francis, 1839).
Setelah menetapkan kehadiran mereka 40 tahun sebelumnya, sementara penandatanganan kontrol Sumatera dan Semenanjung Malaya, Belanda kembali pada tahun 1864 untuk mengklaim kepulauan Mentawai di bawah kedaulatan Hindia Timur (Mess, 1870); posisi dipertahankan sampai Perang Dunia Kedua. Selama periode tersebut hubungan antara masyarakat Belanda dan pribumi dilaporkan satu yang memuaskan, seperti yang didokumentasikan melalui akun pembicaraan dengan para tetua Mentawai yang berlabel sebagai “hari tua yang baik” di mana mereka “menerima harga yang adil dalam perdagangan dan bebas untuk mempraktekkan gaya hidup budaya mereka, Arat Sabulungan”.
Rumah Adat Suku Mentawai :
Suku Mentawai memiliki 3 jenis rumah adat yaitu :
1. Uma
Uma adalah sebuah rumah tradisional yang besar dan bisa dihuni oleh beberapa keluarga batih menurut garis keturunan ayah.
2. Lalep
Dekat uma biasa didirikan beberapa lalep, lalep adalah rumah keluarga bagi mereka yang perkawinannya belum resmi.
3. Rusuk
Suatu pemondokan khusus, tempat penginapan bagi anak-anak muda, para janda dan mereka yang diusir dari kampung.
Pakaian Suku Mentawai
Pakaian laki-laki disebut kabit (cawat), sedangkan perempuan memakai rok yang terbuat dari daun atau kulit kayu. Sisa dari keratan-keratan pakaian juga biasanya diambil sebagai hiasan. Gigi suku mentawai diasah dan diruncing supaya tajam. Namun mereka sudah sejak lama mengembangkan busana cacah tubuh (tatto) yang spesifik.
Seiring dengan perkembangan, sekarang masyarakat Mentawai sudah mengenal pakaian dari kain. Walaupun begitu, biasanya Sikerei (dukun) jarang atau tidak pernah memakai pakaian dari kain.
Makanan Khas Mentawai
Makanan pokok orang Mentawai yang tinggal di pulau Pagai adalah keladi, sedangkan di Siberut adalah sagu dan pisang. Pada umumnya orang Mentawai suka memakan daging monyet, rusa, babi dan ayam. Pemotongan babi biasanya dilakukan pada waktu pesta (punen) besar, sebagai tanda pertalian hubungan manusia dengan alam roh.
Tradisi Suku Mentawai
Bagi wanita di Suku Mentawai, Sumatera, kecantikan dapat diukur dari gigi yang runcing. Penduduk Suku Mentawai percaya bahwa wanita yang memiliki gigi runcing memiliki nilai lebih dari pada yang tidak bergigi runcing. Tradisi meruncingkan gigi biasanya dilakukan saat seorang wanita Mentawai akan menikah. Wanita Suku Mentawai memiliki kepercayaan turun temurun bahwa dengan meruncingkan gigi, tubuh dan jiwa mereka dapat terjaga keseimbangannya.
Tradisi tersebut dilakukan dengan cara mengerik gigi dengan alat yang dibuat dari besi atau kayu yang diasah hingga tajam. Untuk menahan rasa sakit pada saat proses pengerikan gigi, para wanita dari Suku Mentawai biasanya mengigit pisang yang masih mentah dan keras.
Suku Mentawai juga memiliki tradisi tatto yang dianggap sebagai yang tertua di dunia. Tatto Suku Mentawai memiliki 3 tahap. Tahap pertama akan dilakukan di usia 11-12 tahun pada bagian pangkal lengan, Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua diusia 18-19 tahun pada bagian paha dan yang terakhir ketika seseorang telah dianggap dewasa.
Namun seiring berjalannya waktu, kesederhanaan dan tradisi unik di suku Mentawai perlahan mulai hilang. Hal tersebut terjadi karena telah masuknya pengaruh dari budaya luar. Saat ini di suku Mentawai, dapat ditemukan masyarakat yang mengenakan kaos.
(AR/dari berbagai sumber)