Kebijakan Minyak Goreng, Harga Dipatok, Stok Kosong

Fadmin Malau
Fadmin Malau

Catatan: Fadmin Malau

Hukum pasar. Harga barang mahal, barang pun langka. Kebijakan yang diambil dengan membuat barang banyak sehingga harga murah atau kembali normal. Kali ini beda. Kebijakan minyak goreng, harga dipatok, stok kosong.

Fakta yang ada, kenaikan harga minyak goreng sudah terjadi mulai September 2021. Entah mengapa sulit untuk turun atau kembali normal.

Seperti biasanya, pemerintah meredam harga minyak goreng itu dengan melakukan operasi pasar. Pemerintah yakin harga minyak goreng kembali normal dengan menyalurkan minyak goreng kemasan sederhana sebanyak 11 juta liter seharga Rp14.000 per liter. Operasi pasar dilakukan dengan minyak goreng murah disalurkan merata ke ritel modern dan langsung kemasyarakat lewat pasar tradisonal.

Dari sejak September 2021 hingga akhir Desember 2021 belum ada penurunan harga minyak goreng. Akhirnya pemerintah melakukan kebijakan dengan minyak goreng dibuat satu harga. Keluarlah Peraturan Menteri Perdagangan yang memuat minyak goreng kemasan sederhana dan premium dipatok Rp 14.000/liter.

Baca Juga :  Apakah Seseorang Itu Berpuasa, Hanya Allah Yang Mengetahui

Kebijakan harga minyak goreng satu harga itu berlaku pada 19 Januari 2022. Pemerintah menggunakan sistem insentif terhadap untuk menutup selisih harga. Sumber dana insentif adalah dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Kebijakan harga minyak goreng satu harga itu akhir “Digoreng-goreng” malahan membuat blunder. Bukannya masyarakat mendapatkan minyak goreng dengan mudah dan murah akan tetapi harga dipatok Rp14.000 per liter (Harga Eceran Tertinggi – HET) akan tetapi minyak goreng menghilang di pasaran.

Faktor psikologis muncul, pemerintah kurang perhitungan. Akhirnya masyarakat bingung, terjadi panic buying. Terjadi antrian minyak goreng di masyarakat. Mengapa hal itu bisa terjadi?. Bisa saja terjadi sebab sebelumnya harga minyak goreng sudah melambung tinggi akan tetapi barang atau minyak goreng masih tersedia, asalkan mampu menebus atau membeli harga minyak goreng itu maka masih mudah mendapatkan minyak goreng.

Baca Juga :  Balimau, Mamogang dan Malopeh Meriah di Tapanuli Tengah

Ketika dipatok harga menjadi Rp14.000 per liter dari harga minyak goreng tembus Rp25.000 per liter tentu saja terjadi panic buying. Hal ini dapat dikatakan bentuk kesalahan strategi marketing pemerintah dalam membuat kebijakan publik. Kebijakan intervensi pemerintah dalam harga minyak goreng ternyata tidak efektif, sebab salah strategi, tidak tepat waktu.

Mengapa harga minyak goreng melambung tinggi, akan tetapi stok tetap ada. Hal itu karena harga minyak goreng berkaitan erat dengan harga CPO sebagai komoditas bahan bakunya. Ketika harga CPO naik maka perlahan tapi pasti harga minyak merangkak naik.

Berdasarkan data sistem pemantauan pasar kebutuhan pokok kementerian perdagangan rata-rata CPO dunia berbasiskan CPO pada Januari 2022 sudah mencapai Rp13.240 per liter. Harga tersebut lebih tinggi 77,34 persen dari pada Januari 2021 tahun lalu.

Baca Juga :  Putri Runduk Cikal Bakal Kesenian Pesisir Sibolga

Nah, harusnya harga CPO dunia yang terus naik itu menjadi langkah Pemerintah untuk mengatur kuota CPO untuk dalam negeri, khususnya untuk minyak goreng. Bisa saja dilakukan subsidi langsung CPO untuk produksi minyak goreng. Tidak sulit sebab untuk biodiesel juga kan dilakukan pemerintah seperti ini, memberi subsidi. Mengapa tidak untuk minyak goreng?

****

Bagikan :
Scroll to Top