Jakarta Macet Kronis, Polda Metro Jaya Terjunkan Brimob dan Sabhara

IMG_20250213_231534

Jakarta|EGINDO.co Kemacetan di Jakarta masih menjadi tantangan besar yang dihadapi masyarakat setiap hari. Situasi ini tidak hanya menimbulkan stres, kejenuhan, dan emosi yang sulit dikendalikan, tetapi juga berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup warga.

Menurut mantan Kepala Subdirektorat Pembinaan Penegakan Hukum dan juga Pemerhati Transportasi serta Hukum, Ajun Komisaris Besar Polisi (Purnawirawan) Budiyanto, S.H., S.Sos., M.H., salah satu penyebab utama kemacetan adalah ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah kendaraan dan pembangunan infrastruktur jalan.

“Pertumbuhan kendaraan di Jakarta mencapai 7 hingga 9 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya sekitar 0,001 persen atau bahkan tidak mengalami peningkatan sama sekali. Akibatnya, pada jam-jam sibuk, jalan-jalan tertentu mengalami kelebihan kapasitas sehingga sulit untuk bergerak,” ujar Budiyanto.

Upaya pemerintah dalam mengatasi kemacetan, seperti penerapan sistem tiga penumpang dalam satu kendaraan (3 in 1) dan kebijakan pembatasan kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil-genap, dinilai belum mampu memberikan solusi yang efektif. Menurut Budiyanto, kebijakan ini hanya bersifat sementara karena seiring waktu jumlah kendaraan akan terus bertambah.

Di sisi lain, pemerintah telah mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum, namun hal ini masih sulit terealisasi. Banyak masyarakat yang menilai kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil, lebih praktis, cepat, dan efisien. Mereka juga masih meragukan ketepatan waktu serta kenyamanan angkutan umum.

“Berdasarkan data yang kami peroleh, pengguna angkutan umum di Jakarta hanya sekitar 18,8 persen dari total penduduk. Ini menunjukkan bahwa masih ada banyak tantangan dalam mendorong perubahan pola mobilitas masyarakat,” tambahnya.

Dalam upaya mengatasi kemacetan, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) berencana menerjunkan personel Brigade Mobil (Brimob) dan Sabhara untuk membantu pengaturan lalu lintas. Budiyanto menilai langkah ini sebagai inovasi yang positif, namun pelaksanaannya harus diatur dengan jelas agar tidak kontra produktif.

“Setiap personel yang ditugaskan harus dibekali keterampilan dalam mengatur lalu lintas. Jika tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai sistem pengaturan lalu lintas, dikhawatirkan justru akan memperburuk situasi di lapangan,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa penerjunan personel harus difokuskan pada jam-jam sibuk, seperti pagi dan sore hari, dengan pengawasan langsung oleh seorang perwira sebagai pengendali. Selain itu, penggunaan alat komunikasi menjadi aspek krusial agar setiap petugas dapat berkoordinasi dengan baik dalam mengatur lalu lintas di berbagai ruas jalan secara efektif.

Budiyanto juga menyoroti pentingnya peran Pusat Manajemen Lalu Lintas Jalan (Road Traffic Management Center/RTMC) dalam pengendalian situasi lalu lintas. RTMC harus berperan aktif sebagai pusat komando, kendali, dan komunikasi untuk memastikan kelancaran arus lalu lintas.

Dengan berbagai upaya ini, diharapkan kemacetan di Jakarta dapat terurai, setidaknya dalam jangka pendek. Namun, untuk solusi jangka panjang, pemerintah perlu terus meningkatkan kualitas dan aksesibilitas transportasi umum agar masyarakat lebih tertarik untuk beralih dari kendaraan pribadi.

Apakah langkah ini akan membawa perubahan signifikan? Hanya waktu yang akan menjawab. (Sadarudin)

Scroll to Top