ITW Usulkan Pertanyaan Pajak pada Debat Capres-cawapres

Ketum ITW, Dr. Teguh Samudra, SH, MH
Ketum ITW, Dr. Teguh Samudra, SH, MH

Jakarta | EGINDO.co – Indonesia Tax Watch (ITW) menyarankan beberapa pertanyaan mengenai perpajakan untuk debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Pertanyaan tentang konsep dasar strategi perpajakan terkait dengan dasar negara dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. Hal itu dikatakan Ketua Umum (Ketum) ITW, Dr. Teguh Samudra, SH, MH dalam siaran pers ITW pada Minggu (10/12/2023) yang diterima EGINDO.co

“Pertanyaan akan dibagi dalam tiga kategori, yakni kategori pertama adalah konsep dasar strategi perpajakan terkait dengan dasar negara dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia,” kata Ketua Umum ITW, Teguh Samudra.

Dijelaskannya, kategori pertama adalah konsep dasar strategi perpajakan terkait dengan dasar negara dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia.

Pertanyaan yang disarankan ITW. Pertama berdasarkan Pasal 23A UUD 1945, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Bagaimana pengejawantahan perpajakan dalam memberdayakan dunia usaha sebagai pilar ekonomi Indonesia?

Baca Juga :  Ledakan Covid-19 China Dimulai Sebelum Batasan Dilonggarkan

Menurut Teguh, sebagaimana diketahui, pajak yang ketat akan mengurangi daya saing dalam perekonomian, terutama pada masa ketidak-pastian global sekarang ini.

Kedua, Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 berbunyi mengatakan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sementara itu, tengah marak usaha pertambangan hingga tahap hilirisasi bahan mineral, sehingga tidak hanya memproduksi bahan baku namun juga produk turunannya.

“Dengan segala kekayaan alam dan semua hingar-bingar bisnis pertambangan, yang berkesan hanya dinikmati elit dan korporasi tertentu saja. Apa manfaat yang dapat dinikmati rakyat Indonesia,” kata Teguh.

Ketiga, APBN yang selama ini lebih condong mengandalkan pendapatan dari pajak, bahkan hingga lebih dari 70 persen. Menurut Teguh Samudra, Indonesia seharusnya mengandalkan pembangunan dari pengelolaan sumber daya alam. “Bagaimana dengan keseimbangan pendapatan negara dari pengelolaan sumber daya alam,” kata Teguh mempertanyakan.

Baca Juga :  India Berencana Mempermudah Visa untuk Teknisi Asal China

Sedangkan kategori kedua adalah tentang intensifikasi pungutan pajak. Keempat, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap wilayah diberikan target tententu dalam pungutan pajak.

Teguh menuturkan, ini berakibat setiap kantor pelayanan publik (KPP) juga agresif dalam menarik lebih banyak pungutan dengan berbagai cara.

Menurutnya, hal tersebut sering menimbulkan perselisihan hingga sengketa dengan pembayar pajak. Soal pertanyaan keempat Teguh mempertanyakan bagaimana rencana kerja para kandidat dalam menghadapi masalah tersebut.

Kelima, Teguh mengatakan istilah wajib pajak (WP) sangat tidak seimbang, berat sebelah, bahkan feodalis. Dalam iklim usaha modern sekarang ini, apakah tidak lebih baik dicarikan padanan kata yang lebih adil dan sesuai.

Dengan begitu, Teguh menuturkan pembayar pajak juga bisa mengawasi perjalanan pungutan dan penggunaan pendapatan dari perpajakan. Keenam, ITW merasa mekanisme perpajakan yang begitu rumit dicoba paksakan untuk dipahami dunia usaha. Terkadang belum setahun berjalan, aturan sudah berubah lagi.

Masalah timbul kata Teguh bahwa petugas pajak menganggap semua aturan sudah disosialisasikan dan wajib dipatuhi para pembayar. Asumsi tersebut sangat menyesatkan karena dunia usaha tidak semua punya perangkat dan personil yang dapat terus mengikuti perubahan dan perdebatan dengan petugas pajak.

Baca Juga :  Presiden Resmikan Mobil Listrik Rakitan, PLN Siap Dukung

Teguh kembali mempertanyakan apa inisiatif dan rencana penyederhanaan para kandidat dalam hal tersebut.

Adapun kategori ketiga adalah tentang ekstensifikasi perpajakan. Menurutnya penambahan yang jumlah pembayar pajak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan kemudahan aturan dalam berusaha. Namun, dipertanyakan bagaimana menambah pembayar pajak dengan aturan dan jenis pajak yang begitu banyak.

Kedelapan, kata dia, regulasi dan Undang-undang Pajak mewajibkan pembayar pajak lama tetap wajib menanggung utang pajak walau usaha atau perusahaan telah bangkrut. Ini menimbulkan ketidak pastian hukum karena tidak selaras dengan Undang-undang Perseroan Terbatas.

Teguh Samudra menanyakan apakah memungkinkan dan bagaimana caranya, memungut pajak lebih besar dari setiap eksplorasi sumber daya alam dan juga luas wilayah perairan dan udara yang di lewati banyak armada asing. “Apa upaya para kandidat dalam hal ini,” katanya mempertanyakan.@

Rel/fd/timEGINDO.co

 

Bagikan :
Scroll to Top