Jakarta|EGINDO.co Bank Indonesia resmi mengimplementasikan Insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) pada Desember 2025 sebagai langkah memperkuat dorongan ekspansi kredit di sektor perbankan. Kebijakan ini dirancang untuk memberikan ruang likuiditas tambahan, sehingga bank memiliki kapasitas lebih besar untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor riil.
Kendati demikian, berbagai pelaku industri perbankan mengungkapkan bahwa tambahan likuiditas ini belum serta-merta mengubah pola penyaluran kredit. Perbankan menyambut kebijakan BI dengan positif, terutama karena KLM berpotensi menurunkan biaya dana (cost of fund) dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan neraca mereka. Namun, perbankan tetap berhati-hati dalam memperluas kredit mengingat lemahnya permintaan dari masyarakat dan dunia usaha.
Beberapa bank menegaskan bahwa peningkatan kredit tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan likuiditas, tetapi sangat bergantung pada kekuatan permintaan pembiayaan. Dengan daya beli masyarakat yang masih belum pulih sepenuhnya serta aktivitas bisnis yang belum menunjukkan percepatan signifikan, bank memandang perlu menjaga prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit baru.
Di sisi lain, penurunan suku bunga kredit diperkirakan menjadi salah satu dampak positif dari kebijakan ini. Turunnya biaya dana membuka ruang penyesuaian bunga kredit secara bertahap. Meski begitu, kalangan perbankan memperkirakan bahwa transmisi penurunan suku bunga ke sektor riil tidak akan berlangsung cepat. Efeknya dinilai baru akan terasa secara lebih berarti pada kuartal II 2026, setelah dinamika permintaan dan kondisi ekonomi domestik menunjukkan perbaikan yang lebih solid.
Implementasi KLM ini sekaligus menegaskan bahwa upaya pemulihan kredit membutuhkan sinergi yang lebih luas—tidak hanya dari sisi suplai likuiditas, tetapi juga penguatan fundamental ekonomi, peningkatan konsumsi masyarakat, serta membaiknya optimisme pelaku usaha. (Sn)