Jakarta|EGINDO.co Nikel kini menjadi komoditas yang semakin penting secara global, terutama karena permintaan yang melonjak untuk baterai kendaraan listrik dan teknologi ramah lingkungan. Berbagai negara pun semakin intensif berlomba mengendalikan pasokan logam ini.
Laporan Mineral Commodity Summaries 2025 dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) menegaskan bahwa Indonesia menjadi produsen nikel terbesar di dunia sepanjang 2024. Produksi Indonesia mencapai 2,2 juta metrik ton, sekitar 59–60 persen dari produksi global yang berada di kisaran 3,7 juta metrik ton. Selain itu, Indonesia memegang cadangan nikel terbesar, yakni 55 juta metrik ton, yang setara dengan sekitar 42 persen dari total cadangan dunia.
Berikut peringkat 10 produsen nikel terbesar dunia menurut USGS:
-
Indonesia – 2,200,000 ton
-
Filipina – 330,000 ton
-
Rusia – 210,000 ton
-
Kanada – 190,000 ton
-
China – 120,000 ton
-
Australia – 110,000 ton
-
Kaledonia Baru – 110,000 ton
-
Brasil – 77,000 ton
-
Amerika Serikat – 8,000 ton
-
Negara lain (gabungan) – 300,000 ton
Beberapa negara menunjukkan tren penurunan produksi: Australia dan Filipina masing-masing turun sekitar 26 persen dan 20 persen, sementara Kaledonia Baru merosot tajam hingga 52 persen, karena gejolak sosial dan kondisi pasar global.
“OPEC Nikel”: Indonesia Menjadi Poros Global
Menurut Financial Times, Indonesia telah menyulap dirinya dari pemain minor menjadi kekuatan dominan dalam industri nikel global—disebut sebagai “OPEC Nikel.” Langkah awalnya dimulai pada 2014, ketika pemerintah memberlakukan larangan ekspor bijih nikel mentah. Kebijakan ini menarik investasi besar dari China, terutama Tsingshan Holding Group, hingga berdirinya Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP)—kawasan pengolahan nikel terbesar dunia.
Kini, Indonesia menguasai sekitar 61 persen dari pasokan nikel olahan global, dan diperkirakan akan meningkat hingga 74 persen pada 2028. Namun, dominasi ini juga memunculkan sorotan atas isu lingkungan dan sosial, seperti deforestasi, polusi, dan kondisi kerja yang buruk di sekitar area tambang.
Menjaga Harga: Peruatan Kuota Produksi
Dalam upaya menstabilkan harga nikel global yang anjlok sekitar 40 persen dalam dua tahun terakhir, pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan penurunan kuota produksi bijih nikel. Langkah ini diambil untuk menghadapi kelebihan pasokan global yang, selain melemahkan harga, juga mendorong penutupan tambang di berbagai negara lain dan menurunkan margin keuntungan produsen lokal.
Menurut analis, pengurangan kuota harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak penerimaan negara atau mendorong investasi baru di negara pesaing.
Sumber: Tribunnews.com/Sn